Lalu Abu Hanifah dan wanita bayaran itu pun digelandang ke pihak berwajib saat itu juga. Mengingat masih gelap gulita, pihak berwajib memerintahkan kepada para pegawai agar memenjarakan mereka berdua hingga pagi hari nanti untuk diputuskan hukumannya.
Seolah tidak ada apa-apa, di dalam penjara Abu Hanifah tetap menerus rutinitasnya. Tetap khusyuk shalat subuh dan ibadah lainnya.
Melihat sosok Imam Abu Hanifah yang bergeming dijebak dalam skenario pelecehan seksual yang sangat keji, jauh di dalam lubuk hati wanita bayaran itu muncul penyesalan luar biasa.
Kok mau-maunya dirinya ikut terlibat dalam kejahatan menzalimi ulama agung itu. Tak tahan membendung penyesalan di hati, wanita bayaran itu berterus terang.
Lalu bagaimana respons Abu Hanifah mendengar penyesalan itu? Penuh ketenangan dan kebijakan Abu Hanifah segera berkata: "Bilang kepada para penjaga penjara: 'Aku punya keperluan sebentar, mohon diizinkan untuk keluar dan nanti akan balik lagi ke sini.'
Bila sudah berhasil keluar, datanglah kepada Ummu Hammad (istri Abu Hanifah maksudnya).
Ceritakan peristiwa ini sebenarnya kepadanya, dan suruh ia datang ke sini menggantikan posisimu.
Setelah itu silakan kamu mau pergi ke mana saja sesuai urusanmu." Singkat cerita, setelah wanita itu melakukan arahan Abu Hanifah, kemudian Ummu Hammad, istrinya, datang ke penjara dengan pakaian bertutup muka sama persis wanita tadi.
Kedatangannya kebetulan bersama dengan pihak berwajib yang akan memutuskan hukum.