CERDIK INDONESIA - Dalam bahasa Arab, yang juga disebutkan dalam Al-Qur’an, kata ‘judi’ diistilahkan dengan ‘al-maysir’ (الْمَيْسِر) yang secara etimologi berarti ‘mudah’.
Kata ‘al-maysir’ sendiri diambil dari kata ‘yusrun’ (يُسْرٌ) yang memiliki arti gampang atau mudah. Alasan penamaan ini karena praktik judi dianggap sebagai upaya mendapatkan kekayaan tanpa harus bekerja keras. (Az-Zamaskhsyari, Tafsir al-Kasysyaf, 1998: juz I, halaman 427)
Sedangkan, judi dalam istilahnya merupakan segala perilaku berbentuk permainan dengan adanya pertaruhan berupa uang, barang, atau lainnya, di mana pihak yang kalah harus membayar pihak yang menang.
Selain judi itu rijs yang berarti busuk, kotor, dan termasuk perbuatan setan, ia juga sangat berdampak negatif pada semua aspek kehidupan. Mulai dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, moral, sampai budaya. Bahkan, pada gilirannya akan merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebelum diharamkan, praktik perjudian sudah mendarah daging di kehidupan masyarakat jahiliah. Mereka melakukan perjudian ada kalanya sebatas untuk bersenang-senang, ada pula yang memang menjadikannya sebagai salah satu mata pencaharian.
Hanya saja, karena praktik ini memiliki banyak mudharat seperti pemborosan, menimbulkan permusuhan, dan sebagainya, maka Islam mengharamkannya.
Sebagai informasi, Jahiliyah menjadi sebuah sifat yang dapat melekat pada apapun; keyakinan, perbuatan, perkataan, sikap, tindakan, dan sebagainya pada setiap individu manusia, sekelompok manusia, atau sebuah sistem/undang-undang/aturan yang berlaku, tanpa terbatasi oleh ruang dan waktu. Selama semua itu kontra dengan Islam, maka itu disebut Jahiliyah.
Judi pada Zaman Jahiliah