Akademisi: Rancangan Perpres Pelibatan TNI dalam Berantas Terorisme Salah dan Keliru  

29 November 2020, 07:24 WIB
Prajurit TNI sedang berlatih. Pelibatan TNI dalam kontraterorisme harus penuhi persyaratan. /Dok. TNJ/

 

CerdikIndonesia - Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR), Tristam Pascal Moeliono menuturkan penyelesaian persoalan terorisme tidak bisa hanya dengan pendekatan TNI saja.

Baca Juga: Satgas Tinombala Kejar Pelaku Pembunuhan Satu Keluarga dan Pembakaran 7 Rumah di Sigi

Ia menanggapi hal tersebut karena sampai saat ini Pemerintah dan DPR masih menggodok rancangan peraturan presiden (Raperpres) tentang pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme.

Baca Juga: Ajay Kena OTT KPK, Bukan Kasus Korupsi Pertama Wali Kota Cimahi

DPR pun mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Badan Pengawas terkait dengan Perpers tersebut.

Menurutnya definisi terorisme dalam UU Nomor 5 tahun 2018 tentang terorisme tidak memenuhi asas legalitas, yaitu asas lex certa (rumusan yang jelas).

Baca Juga: Polri Duga Kelompok Ali Kalora Dalang Pembunuhan di Sigi

"Perpres itu tidak memenuhi asas legalitas atau rumusan yang jelas, sehingga distribusi kewenangan dari Presiden kepada TNI melalui rancangan perpres ini cukup berisiko. Threshold (ambang batas) pendekatan hukum berubah menjadi pendekatan militer juga tidak jelas diatur dalam rancangan perpers ini," tutur Tristam.

Baca Juga: Pemkot Bogor Perkarakan Rizieq Shihab Karena Tak Terbuka Hasil Swab

Penindakan dari kaca mata militer berbeda dengan penegakan hukum. Tristam berharap perpers memperjelas hal itu.

Persoalan akuntabilitas dan transparansi juga perlu perlu dijawab melalui rancangan peraturan presiden (Raperpres) tersebut.

Baca Juga: 10 Kutipan Seno Gumira Ajidarma dalam Sepotong Senja Untuk Pacarku

"Terorisme yang berkembang terus menerus tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan TNI dan hukum pidana saja, melainkan perlu pendekatan lain. Raperpres ini diberikan beban terlalu berat seolah bisa menyelesaikan semua masalah terorisme," ucap Tristam.

Baca Juga: Ingin Tubuh Ideal? Berikut Tips Diet Pemula Mudah dan Aman

Dosen hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, Bivitri Susanti menilai rancangan Perpres tentang pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme itu sudah salah dan keliru.

Baca Juga: Cimahi Dikorupsi Wali Kota Tiga Kali, Ridwan Kamil: Prihatin

Menurutnya hal ini terkait ancaman Hak Asasi Manusia (HAM) dan penting untuk diperhatikan.

"Kekhawatiran masyarakat tidaklah berlebihan, karena belakangan memang diskursus kembalinya militer menangani peran otoritas sipil semakin menguat," ujar Bivitri

Baca Juga: Waspada! BMKG: Malam Minggu Hujan dan Prakiraan Cuaca 7 Lokasi Wisata Jakarta Sampai Minggu

Bivitri mencontohkan seperti kasus anggota TNI yang menurunkan spanduk dan baliho Rizieq Shihab di sejumlah tempat.

"Seperti yang terbaru soal penurunan spanduk HRS oleh militer. Selain itu faktor sejarah panjang yang kelam soal dominasi peran militer dalam urusan sipil juga masih menjadi catatan di tengah masyarakat," katanya.

Baca Juga: Ma’ruf Amin Ingin Ulama dan Ormas Beri Kesadaran Pentingnya Vaksin Covid-19

Sementara itu, Ketua Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Totok Yulianto menyatakan perlu kebijakan yang komprehensif dalam penanganan terorisme. Bukan hanya bidang hukum semata.

"Apakah pendekatan penanganan terorisme di Indonesia akan bergeser dari criminal justice system menjadi war model? Ini sangat tergantung pada rancangan perpres yang saat ini menjadi perhatian publik," kata Totok.

Baca Juga: Ternyata Pink Bukan Warna Perempuan, Simak Faktanya!

Sehingga, menurutnya Presiden Joko Widodo dan DPR perlu mendengar masukan dari masyarakat untuk mengurangi dampak negatif dari kebijakan penanganan terorisme di Indonesia.***

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Editor: Arjuna

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler