Bharada E Siap Menjadi Justice Collaborator (JC): Arti dan Syarat Seseorang Bisa Jadi Justice Collaborator

8 Agustus 2022, 17:53 WIB
Bharada E sebagai Justice Collaborator dan meminta perlindungan hukum kepada LPSK. /kolase foto ANTARA dan Pikiran Rakyat/

CERDIK INDONESIA - Sebelumnya, Tim Khusus Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri telah menetapkan Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E sebagai tersangka.

Beberapa hari kemudian usai ditetapkannya Bharada E sebagai tersangka, kuasa hukum dari Bharada E, Deolipa Yumara mengatakan jika kliennya siap menjadi Justice Collaborator (JC).

Bahkan dia menyampaikan jika Bharada E juga meminta perlindungan hukum kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Kendati berstatus tersangka, LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) melihat adanya peran penting Bharada E untuk mengungkap dalang di balik kematian Brigadir J.

Baca Juga: Bharada E Resmi Jadi Tersangka Kasus Penembakan Brigadir J: Dijerat Pasal 338 Jo Pasal 55 dan 56 KUHP

Kabarnya, Bharada E telah mengakui jika dia bukanlah pelaku penembakan yang menewaskan Brigadir J atau Brigadir Yosua.

Oleh karena itu, LPSK meminta Polri untuk menjamin keamanan Bharada E pasca penetapan tersangka.

“Tujuannya supaya tidak ada intervensi dari pihak manapun untuk menekan keterangan-keterangan beliau,” kata Ketua LPSK Hasto Atmojo.

Di sisi lain, kuasa hukum baru Bharada E memberikan kepastian bahwa kliennya bersedia mengajukan diri sebagai Justice Collaborator.

Menurut Deolipa, Bharada E siap dijadikan justice collaborator. Dengan demikian, profil-profil orang yang juga turut terlibat dalam kasus ini dapat diungkap.

Baca Juga: Situs Resmi Kejari Garut Diretas Hacker: Diganti dengan Tampilan Kasus Brigadir J yang Tewas di Tembak

Arti justice collaborator dan syaratnya Justice collaborator (JC) merupakan sebutan untuk pelaku kejahatan yang memutuskan bekerja sama dalam memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum.

Dikutip dari situs LK2FH UI, ide lahirnya JC adalah semangat untuk membongkar kasus yang lebih besar.

Sebuah kasus kejahatan bisa jadi telah terorganisasi dan melibatkan beberapa orang melalui satu lingkaran koordinasi.

Mereka bekerja bersama untuk tujuan kejahatan yang sama. Kadang pula, pelaku juga membentuk kerja sama kolutif yang melibatkan aparat penegak hukum dan menciptakan jejaring komplotan yang solid.

Kesulitan membongkar pihak-pihak yang terlibat kejahatan tersebut karena adanya sisi psikologis yang dinamakan paranoid solidarity.

Baca Juga: Lirik Lagu Tanah Airku Ciptaan Ibu Sud: Lirik, Not Angka, dan Makna Lagu

Setiap pelaku merasa takut dikucilkan, dibenci, hingga dijerumuskan kelompoknya jika mengungkap semua saat tertangkap.

Oleh sebab itu, mereka akan melindungi setiap satu dengan lainnya ketika tertangkap pihak penegak hukum.

Dari situlah, keberadaan pelaku yang memutuskan menjadi JC sangat penting dalam pengungkapan kejahatan terorganisasi.

Keselamatan JC, dan mungkin keluarganya, akan terancam saat memutuskan mengungkap semuanya.

Keberadaan institusi seperti LPSK sangat diperlukan fungsinya.

Dikutip dari situs Jurnal DPR, ketentuan perlindungan saksi dan korban umumnya secara khusus diatur melalui UU No. 13 Tahun 2006. Undang-undang tersebut membahas tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Baca Juga: Sejarah Puasa Asyura: Hari Pembebasan Rasul di Masanya

Sementara itu, kriteria menjadi JC diterbitkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 tahun 2011. Pada angka (9a) dan (b) disebutkan bahwa dalam mengungkap tindak pidana yang luar biasa atau terorganisasi, keberadaan JC bukanlah pelaku utama.

Dalam memberikan informasinya, JC harus memberikan keterangan yang signifikan, relevan, dan andal.

Selain itu, kriteria JC lainnya adalah mengakui tindakan kejahatan yang dilakukannya dan bersedia mengembalikan aset yang diperoleh melalui pernyataan tertulis (dalam kasus korupsi).

Lalu, JC juga mesti bersedia bekerja sama dan kooperatif dengan penegak hukum.

Kompensasi bagi JC Pelaku kejahatan yang menjadi JC akan diberikan kompensasi atas perannya untuk menguak tabir kejahatan.

JC yang terbukti melakukan kejahatannya secara sah dan meyakinkan, tetap akan memperoleh hukumannya. Tapi, kontribusinya sebagai JC dijadikan pertimbangan hakim yang bisa meringankan hukumannya.

Hal ini termaktub dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Baca Juga: 22 Kode Promo Grab Terbaru Bulan Agustus sampai September 2022: Hemat Hingga 99 Persen!

Di aturan tersebut disebutkan: (1) Saksi korban dan pelapor tidak dapat dituntut atas laporan dan kesaksiannya (2) Saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan.

Di samping itu, dalam Pasal 197 angka (1) huruf F KUHAP juga disebutkan berbagai keadaan yang bisa memberatkan dan meringankan terdakwa.

Keadaan yang dapat meringankan hukuman terdakwa yaitu memberikan keterangan yang tidak berbelit-belit, kooperatif, belum pernah dihukum sebelumnya, berusia muda, baik atau sopan selama persidangan, dan memiliki tanggungan anggota keluarga.***

 

Editor: Yuan Ifdal Khoir

Tags

Terkini

Terpopuler