6 Terpidana Penyelundupan Sabu Seberat 402 Kilogram Lolos dari Hukuman Mati, DPR RI: Kok Bisa?

27 Juni 2021, 18:39 WIB
Ilustrasi narkotika jenis sabu /Jurnal Soreang/Pikiran Rakyat

 

CERDIKINDONESIA - Baru-baru ini Indonesia dikagetkan dengan 6 orang terpidana kasus selundupkan narkotika jenis sabu-sabu yang berjumlah 402 kilogram yang dikemas dengan bentuk seperti bola.

Terpidana divonis harusnya hukuman mati tetapi pada kasus ini Pengadilan Negri tidak memberikan hukuman tersebut malah meloloskanya dari hukuman mati, ini menjadi suatu kejanggalan dan patut di pertanyakan.

 

Baca Juga: Polres Pematang Siantar Tangkap Pengedar Narkoba Jalanan, Polisi Menyita Barang Bukti Sabu yang Sudah Packing

Salah satunya yang melontarkan pertanyaan ialah Angota DPR RI Anggota Komisi III Fraksi Demokrat Didik Mukrianto pada saat ditanya oleh wartawan, Minggu 27 Juni 2021.

"Untuk kejahatan luar biasa narkoba dengan barang bukti sedemikian besar, pengurangan hukuman yang dilakukan oleh PT (Pengadilan Tinggi) Bandung tentu cukup mengagetkan dan menimbulkan tanda tanya besar," kata Didik Mukrianto

Menurutnya, hukuman mati adalah hukuman yang setimpal dengan apa yang di lakukannya supaya ada efek jera bagi para pengedar narkoba.

Hal itu untuk selalu melindungi masyarakat Indonesia khususnya dan menyelamatkan anak-anak generasi bangsa dari bahaya narkoba ataupun obat-obat terlarang lainnya.

 

Baca Juga: Jaringan Narkoba Internasional Ditangkap Polda Sumut, Sabu 89 Kg dan 2 Pucuk Senpi Laras Panjang Disita Polisi

"Indonesia telah terikat dengan konvensi internasional narkotika dan psikotropika yang telah diratifikasi menjadi hukum nasional dalam Undang-Undang Narkotika. Oleh sebab itu, Indonesia justru berkewajiban menjaga warga negaranya dari ancaman jaringan peredaran gelap narkotika skala internasional, dengan menerapkan hukuman yang efektif dan maksimal," ucapnya.

Ia juga ungkapkan dalam konvensi internasional, Indonesia mengakui bahwa kejahatan penyelundupan narkoba ialah sebagai kejahatan luar biasa.

Sehingga wajar bila penyelundupan berjumlah 402 kilogram harusnya mendapatkan hukuman mati.

"Salah satu perlakuan khusus tersebut yakni dengan cara menerapkan hukuman berat pidana mati," katanya.

Menurut Didik, tidak bisa dibayangkan daya rusak sabu-sabu 402 kilogram jika di pakai oleh masyarakat atau anak-anak generasi bangsa.

"Kejahatan yang tidak termaafkan. Masih ada langkah Jaksa untuk melakukan kasasi. Untuk keadilan dan untuk melindungi kepentingan generasi yang lebih besar lagi Jaksa harus kasasi," ucapnya.

Dikdik juga menyarankan kepada semua masyarakat agar senantiasa mengawasi kasus ini, terkhusus kepada hakim yang mentoleransi dan meloloskan pelaku penyelundupan dari hukuman mati, menurutnya masyarakat bisa melaporkan kepihak berwajib atau kepada komisi Yudisia.

"Selain itu, saya berharap Komisi Yudisial terus melakukan pengawasan yang intensif dan berkesinambungan terhadap hakim-hakim yang berpotensi berperilaku menyimpang," katanya.

 

Baca Juga: Polda Sumut Ungkap Jaringan Narkoba Internasional, Polisi Sita Sabu 89 Kg dan 2 Pucuk Senpi Laras Panjang

Anggota Komisi III DPR Fraksi Golkar Supriansa juga turut memberi komentar atas lolosnya pelaku penyelundupan Narkoba jenis sabu-sabu dari jeratan hukuman mati bagi terpidana kasus sabu seberat 402 kilogram.

Dia menyindir agar keluarga hakim yang memutus tidak terjerat narkoba.

"Semoga hakim yang sering memutus perkara narkoba dengan hukuman rendah tidak ada keluarganya yang terjangkit narkoba. Karena dia baru sadar nanti kalau ada keluarganya kena baru tahu rasa bagaimana bahayanya narkoba dan sejenisnya itu. Ujung perjalanan pecandu narkoba adalah gila, penjara dan kuburan," tegasnya.

Supriansa ungkapkan sejak dulu hukuman mati kepada bandar narkoba itu perlu.

"Kasihan juga polisi capek menangkap pelaku narkoba, tapi dituntut atau bahkan diputus dengan hukuman yang rendah oleh hakim," ucapnya.

Supriasna juga memberikan apresiasi kepada Pengadilan Negri yang meloloskan hukuman mati kepada terpidana, Ia juga berharap hakim yang memberikan putusan tersebut dapat di periksa oleh Mahkamah Agung.

"Kepada Mahkamah Agung bisa memeriksa hakim tinggi yang memutus perkara itu yang sangat berbeda dengan putusan sebelumnya. Yang mana sebenarnya yang rasional? Putusan di pengadilan negeri atau putusan di pengadilan banding. Semua harus transparan sekarang agar masyarakat kembali mempercaya lembaran penegakkan hukum di Indonesia," katanya.

 

Baca Juga: Polres Toba Dibantu Polres Balige, Tangkap Dua Orang Bandar dan Pemakai Narkoba Jenis Sabu di Lokasi Berbeda

Diketahu terpidana sebelumnya mendapat vonis hukuman mati di Pengadilan Negri Cibadak pada 6 April 2021 lalu, serta mendapatkan keringanan hukuman belasan tahun penjara setelah pengajuan banding yang dilakukan oleh kuasa hukum mereka diterima majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung.

"Banding dari tim hukum kami diterima oleh PT Bandung yang tadinya dihukum mati, ternyata dikabulkan menjadi ada yang 15 tahun, ada yang 18 tahun. Syukur Alhamdulillah kami bekerja keras untuk bisa membuktikan peran terdakwa berbeda, itu yang kami harapkan, adanya keadilan berketuhanan Yang Maha Esa," kata Dedi Setiadi, mewakili kantor hukum Bahari kepada awak media, Sabtu 26 Juni 2021.

Dari keenam terpidana itu ada yang mendapat hukuman 15 tahun penjara dan 18 tahun penjara.

Dedi menjelaskan bahwa yang menjadi pelaku dari keenam pelaku itu sehari-harinya berprofesi sebagai petani dan petani tergolong masyarakat yang kurang mampu.***

 

Editor: Yuan Ifdal Khoir

Tags

Terkini

Terpopuler