Mengenal Sunda Wiwitan, Agama Suku Baduy yang Baju Adatnya Dipakai oleh Jokowi

- 16 Agustus 2021, 18:57 WIB
Budayawan melakukan aksi dukung Sunda Wiwitan Cigugur di depan Gedung Sate Bandung, Jawa Barat, Senin, 27 Juli 2020.
Budayawan melakukan aksi dukung Sunda Wiwitan Cigugur di depan Gedung Sate Bandung, Jawa Barat, Senin, 27 Juli 2020. /Antara/Novrian Arbi/

CERDIKINDONESIA - Presiden Joko Widodo mengenakan baju adat Baduy pada saat sidang tahunan bersama MPR.

Dan ternyata, suku Baduy menganut suatu kepercayaan atau agama yang disebut dengan Sunda Wiwitan.

Lalu, apa penjelasan dari agama Sunda Wiwitan ini?

Baca Juga: Jokowi Langgar Aturannya Sendiri, Tokoh Papua: PPKM Berjilid2, Kerumunan Berjilid2

Sunda Wiwitan adalah kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur.

Atau bersatu dengan alam yang dianut oleh masyarakat tradisional Sunda.

Tetapi, ada pihak yang berpendapat bahwa agama Sunda Wiwitan juga memiliki unsur monoteisme purba.

Yaitu di atas para pangersa dan hyang.

Dalam pantheonnya, terdapat dewa tunggal tertinggi maha kuasa yang tak berwujud.

Yang disebut Sang Hyang Kersa yang disamakan dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Baca Juga: Ternyata Ada Makna di Balik Lomba Panjat Pinang 17 Agustus, Yuk Simak Penjelasannya

Penganut ajaran Sunda Wiwitan dapat ditemukan di beberapa desa di provinsi Banten dan Jawa Barat.

Seperti di Kanekes, Lebak, Banten, dan tidak membuka cabang di daerah lainnya.

Menurut penganutnya, Sunda Wiwitan merupakan kepercayaan yang dianut sejak lama oleh orang Sunda.

Sebelum datangnya ajaran Hindu dan Islam ke daerahnya.

Ajaran Sunda Wiwitan terkandung dalam kitab Sanghyang Siksakanda ng Karesian, sebuah kitab yang berasal dari zaman kerajaan Sunda.

Di mana kitab tersebut berisikan ajaran keagamaan dan tuntunan moral, aturan, serta pelajaran budi pekerti.

Baca Juga: Mural Kritik kepada Pemerintah Dihapus Paksa, Refly Harun: Jangan Maunya Dipuji Doang!

Kitab ini disebut Kropak 630 oleh Perpustakaan Nasional Indonesia.

Berdasarkan keterangan kokolot (tetua) kampung Cikeusik, orang Kanekes bukanlah penganut Hindu atau Buddha.

Melainkan penganut animisme, yaitu kepercayaan yang memuja arwah nenek moyang.

Dalam perkembangannya, kepercayaan orang Kanekes ini telah dimasuki oleh unsur-unsur ajaran Hindu dan Islam.

Di Carita Parahyangan, kepercayaan ini disebut sebagai ajaran "Jatisunda".

Kekuasaan tertinggi berada pada Sang Hyang Kersa (Yang Mahakuasa) atau Nu Ngersakeun (Yang Menghendaki).

Baca Juga: Ide Konyol Jusuf Kalla Terkait Sholat Jum'at Ganjil Genap Ditolak oleh MUI

Dia juga disebut sebagai Batara Tunggal (Tuhan yang Mahaesa), Batara Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib).

Dia bersemayam di Buana Nyungcung.

Semua dewa dalam konsep Hindu (Brahma, Wishnu, Shiwa, Indra, Yama, dll) tunduk kepada Batara Seda Niskala.

Ada tiga macam alam dalam kepercayaan Sunda Wiwitan seperti disebutkan dalam pantun mengenai mitologi orang Kanekes.

Buana Nyungcung: tempat bersemayam Sang Hyang Kersa, yang letaknya paling atas.

Buana Panca Tengah: tempat berdiam manusia dan makhluk lainnya, letaknya di tengah.

Buana Larang: neraka, letaknya paling bawah.

Baca Juga: 7 Kriteria Warga Miskin yang Dapat Bansos PKH, Mulai dari 900 Ribu hingga 3 Juta Loh!

Antara Buana Nyungcung dan Buana Panca Tengah, terdapat 18 lapis alam yang tersusun dari atas ke bawah.

Lapisan teratas bernama Bumi Suci Alam Padang.

Atau menurut kropak 630 bernama Alam Kahyangan atau Mandala Hyang.

Lapisan alam kedua tertinggi itu merupakan alam tempat tinggal Nyi Pohaci Sanghyang Asri dan Sunan Ambu.

Sang Hyang Kersa menurunkan tujuh batara di Sasaka Pusaka Buana.

Salah satu dari tujuh batara itu adalah Batara Cikal, paling tua yang dianggap sebagai leluhur orang Kanekes.

Baca Juga: Siswa SD SMP SMA Bisa Dapat Bansos Hingga 2 Juta Loh, Simak Syarat dan Cara Daftarnya di Sini

Keturunan lainnya merupakan batara-batara yang memerintah di berbagai wilayah lainnya di tanah Sunda.

Pengertian nurunkeun (menurunkan) batara ini bukan melahirkan tetapi mengadakan atau menciptakan.

Dalam ajaran Sunda Wiwitan, penyampaian doa dilakukan melalui nyanyian pantun dan kidung serta gerak tarian.

Tradisi ini dapat dilihat dari upacara syukuran panen padi dan perayaan pergantian tahun yang berdasarkan pada penanggalan Sunda.

Yang dikenal dengan nama Perayaan Seren Taun.

Di berbagai tempat di Jawa Barat, Seren Taun selalu berlangsung meriah dan dihadiri oleh ribuan orang.

Baca Juga: PPKM Level 4 Berakhir Hari Ini, Berikut 45 Kabupaten Kota yang Terapkan PPKM Hingga 23 Agustus 2021

Perayaan Seren Taun dapat ditemukan di beberapa desa.

Seperti Kanekes, Lebak, Banten, Kasepuhan Ciptagelar, Cisolok, Sukabumi, Kampung Naga, dan Cigugur Kuningan.

Cigugur merupakan satu daerah yang masih memegang teguh budaya Sunda.

Mereka yang ikut merayakan Seren Taun ini datang dari berbagai penjuru negeri.

Mungkin sudah terjadi inkulturasi dan banyak orang Sunda yang memeluk agama-agama di luar Sunda Wiwitan.

Namun, paham dan adat yang telah diajarkan oleh agama ini masih tetap dijadikan penuntun di dalam kehidupan orang-orang Sunda.

Baca Juga: Mengenal FFI, Penyakit Insomnia Akut yang Dapat Menyebabkan Penderita Meninggal Dunia

Secara budaya, orang Sunda belum meninggalkan agama Sunda ini.

Terdapat tempat suci atau tempat pemujaan yang dianggap sakral dalam agama Sunda Wiwitan.

Yaitu Pamunjungan atau disebut Kabuyutan.

Pamunjungan merupakan punden berundak yang biasanya terdapat di bukit.

Dan di Pamunjungan ini biasanya terdapat Menhir, Arca, Batu Cengkuk, Batu Mangkuk, Batu Pipih, dll.

Pamunjungan atau Kabuyutan banyak sekali di Tatar Sunda.

Seperti Balay Pamujan Genter Bumi, Situs Cengkuk, Gunung Padang, Kabuyutan Galunggung, Situs Kawali dll.

Baca Juga: Hukum Suami Minum ASI Istrinya dalam Islam, Apakah Boleh?

Di Bogor sendiri terdapat banyak Pamunjungan, beberapa diantaranya adalah Pamunjungan Rancamaya.

Nama dahulunya adalah Pamunjungan Sanghyang Padungkukan yang disebut Bukit Badigul.

Namun sayang, saat ini Pamunjungan tersebut sudah tidak ada lagi digantikan oleh lapangan golf.

Pada masanya, Pamunjungan yang paling besar dan mewah adalah Pamunjungan Kihara Hyang.

Yang berlokasi di Leuweung (hutan) Songgom.

Atau Balay Pamunjungan Mandala Parakan Jati, yang saat ini lokasinya digunakan sebagai Kampung Budaya Sindang Barang.

Baca Juga: Apakah Tidak Bisa Mencium Bau berarti Terinfeksi Covid-19? Berikut Penjelasannya

Banyaknya Pamunjungan atau Kabuyutan tersebut di Tatar Sunda membuktikan suatu hal.

Yaitu bahwa agama yang dianut atau agama mayoritas orang Sunda dahulu adalah Agama Jati Sunda atau Sunda Wiwitan.

ini adalah jawaban kenapa di Sunda sangat jarang sekali ditemukan Candi.

Namun begitu, Hindu dan Buddha berkembang baik di Sunda.

Bahkan Raja Salaka Nagara dan Tarumanagara adalah seorang Hindu yang taat.

Baca Juga: LINK Nonton Boruto Episode 211 Sub Indo dan Sinopsisnya, Dalang di Balik Pencurian Data Desa Konoha

Candi Hindu yang ditemukan di Tatar Sunda adalah Candi Cangkuang.

Yang merupakan candi Hindu pemujaan Siwa.

Serta Percandian Batujaya di Karawang yang merupakan kompleks bangunan stupa Buddha.***

Editor: Yuan Ifdal Khoir


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x