Myanmar Dikudeta Militer, Negara Barat dan Asia Tenggara Angkat Bicara

- 1 Februari 2021, 18:13 WIB
Juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki menanggapi perihal kudeta terhadap pemerintahan Myanmar.*
Juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki menanggapi perihal kudeta terhadap pemerintahan Myanmar.* /Instagram/@jenpsakicolors

CERDIKINDONESIA – Negara-negara Barat seperti Amerika Serikat (AS), Australia, dan Inggris menyampaikan keprihatinan atas kondisi darurat militer di Myanmar karena isu “kecurangan pemilu”.

"Kami menyerukan kepada para pemimpin militer Burma (Myanmar) untuk membebaskan semua pejabat pemerintah dan pemimpin masyarakat sipil dan menghormati keinginan rakyat Burma seperti yang diungkapkan dalam pemilihan demokratis pada 8 November," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir dari Reuters.

Gedung Putih mengonfirmasi bahwa Presiden AS Joe Biden telah diberitahu tentang penahanan tersebut.

Baca Juga: Segera Datangi Kantor Pos dengan Bawa Persyaratan Ini Buat Mencairkan BST Rp300 Ribu

"Amerika Serikat menentang setiap upaya untuk mengubah hasil pemilu baru-baru ini atau menghalangi transisi demokrasi Myanmar, dan akan mengambil tindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab jika langkah-langkah ini tidak dibatalkan," kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki.

Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne mengimbau militer Myanmar "untuk menghormati supremasi hukum, menyelesaikan sengketa melalui mekanisme yang sah, dan segera membebaskan semua pemimpin sipil dan lainnya" yang telah ditahan.

Sementara itu, Inggris menyatakan "memantau dengan cermat" situasi di Myanmar yang disebut "sangat memprihatinkan".

Baca Juga: Ayo Segera Cairkan BST Rp300 Ribu, Cek di Link dtks.kemensos.go.id

"Ini jelas merupakan situasi yang sangat mengkhawatirkan di Myanmar," kata menteri kesehatan junior Helen Whately, menteri Inggris pertama yang muncul di media sejak berita kudeta Myanmar muncul.

Presiden Dewan Eropa Charles Michel pada Senin juga mengutuk perebutan kekuasaan militer di Myanmar dan menuntut agar militer membebaskan semua orang yang ditahan dalam penggerebekan di seluruh negeri.

"Hasil pemilu harus dihormati dan proses demokrasi perlu dipulihkan," kata Michel dalam tulisannya. Saat ini ia mewakili 27 pemimpin nasional Uni Eropa.

Baca Juga: DIHENTIKAN! Menaker Ida Fauziyah: BLT BPJS Ketenagakerjaan Tak Dialokasi APBN 2021

Di sisi lain China berharap Myanmar dapat memandang perbedaan di bawah kerangka hukum dan konstitusi dengan baik dan mengedepankan stabilitas nasional setelah dikudeta militer.

Sedangkan Kementerian Luar Negeri Singapura mendesak semua pihak untuk menahan diri dan bekerja menuju hasil yang positif dan damai. Hal serupa juga digaungkan oleh Malaysia dan Indonesia.

Baca Juga: SEDIH! BLT BPJS Ketenagakerjaan 2021 Berhenti, Menaker Ida Ungkap Alasannya

Namun, sesama anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) lainnya lebih memilih untuk tidak terlibat langsung.

"Itu urusan dalam negeri mereka," kata Wakil Perdana Menteri Thailand Prawit Wongsuwan kepada wartawan ketika ditanya tentang kudeta di Myanmar.

Kamboja dan Filipina membuat komentar serupa.

Baca Juga: KEREN! Kang Emil Meresmikan Program Puskesmas Terpadu dan Juara

Penahanan itu terjadi setelah beberapa hari ketegangan yang meningkat antara pemerintah sipil dan militer setelah pemilu 8 November, saat Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi mencatat kemenangan telak.

Tentara Myanmar pada Senin menyerahkan kekuasaan kepada panglima militer Min Aung Hlaing dan memberlakukan keadaan darurat selama satu tahun, menurut pernyataan di stasiun televisi milik militer.***

Halaman:

Editor: Sara Salim

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah