CerdikIndonesia – Chairil Anwar merupakan sastrawan terkemuka Indonesia yang dikenal dengan puisi “Aku”. Ia lahir di Medan tahun 1922 dan meninggal di tahun 1949 pada usia 26 tahun.
Baca Juga: Rizieq Dapat Surat Panggilan, Polisi: HRS Akan Diperiksa 1 Desember
“Si Binatang Jalang” merupakan julukan pria yang dibesarkan di Medan ini. Dia kemudian pindah ke Batavia dan mulai menulis sastranya. Bersama Asrul Sani dan H.B. Jassin, Chairil Anwar dinobatkan sebagai pelopor Angkatan ’45 dan pelopor puisi modern Indonesia.
Baca Juga: Buntut Swab Rizieq Shihab, 4 Direksi RS Ummi Bogor Akan Diperiksa Hari Ini
Berikut deretan puisi-puisi perjuangan Chairil Anwar:
1. Aku
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret 1943
Baca Juga: Satgas Covid-19 Minta Rizieq Shihab Koperatif Dalam Penanggulangan Pandemi
2. Diponegoro
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembal
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
Baca Juga: 5 Sepilihan Sajak Usman Arrumy: Selain Puisi, Adakah Jalan Untuk Menujumu?
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai.
Maju.
Serbu.
Serang.
terjang
Februari 1943
Baca Juga: Kematian Maradona Diselidiki Otoritas Argentina, Ada Kejanggalan?
3. Persetujuan dengan Bung Karno
Ayo! Bung Karno kasih tangan, mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
Dipanggang di atas apimu, digarami lautmu
Dari mulai 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api, Aku sekarang laut
Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu, di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu, di uratku kapal-kapal kita betolak dan berlabuh
Baca Juga: Wagub DKI Jakarta Positif Covid-19, Begini Kondisinya
4. Di Mesjid
Kuseru saja Dia
Sehingga datang juga
Kami pun bermuka-muka.
Seterusnya Ia bernyala-nyala dalam dada.
Segala daya memadamkannya
Bersimpuh peluh diri yang tak bisa diperkuda
Ini ruang
Gelanggang kami berperang
Binasa-membinasa
Satu menista lain gila.
29 Mei 1943
Baca Juga: 5 Puisi Sapardi Djoko Damono Tentang Hujan
5. Prajurit Jaga Malam
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu……
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
***