China Segera Akui Taliban sebagai Organisasi Sah di Afghanistan, Bagaimana Nasib Uyghur?

- 14 Agustus 2021, 16:00 WIB
Ilustrasi kelompok Taliban
Ilustrasi kelompok Taliban /Reuters/Mohammad Shoiab/

CERDIKINDONESIA - Menteri Luar Negeri China Wang Yi terus berinteraksi dengan seorang pejabat Taliban.

Hal tersebut disinyalir merupakan langkah pemerintah China untuk segera mengakui Taliban.

Informasi tersebut beredar melalui foto yang disebar oleh media pemerintahan China.

Baca Juga: Mendadak, China Temui Delegasi Taliban di Tianjin: Apa Saja Kepentingan China Kerja Sama dengan Taliban?

Sejak itu, China diam-diam mulai mempersiapkan pemerintahannya.

Untuk menerima segela skenario yang semakin mungkin terjadi ke depan terhadap Taliban.

Beijing kini dikabarkan tengah dalam proses kemungkinan mengakui Taliban.

Gerakan jihadis yang dengan cepat menguasai beberapa wilayah penting di Afghanistan sebagai rezim yang sah.

"Mungkin mereka tidak dapat mengendalikan seluruh negara," ujar Niu Tan Qin, Analis Kebijakan Luar Negeri China.

"Namun, mereka masih akan menjadi kekuatan yang signifikan untuk diperhitungkan," jelasnya.

Baca Juga: Bom Ranjau Meledak 11 Orang Meninggal Termasuk 3 Anak-Anak, Tak Satupun Kelompok Militan yang Bertanggungjawab

Momentum Taliban saat pasukan AS menarik diri menjadi canggung bagi China.

Yang menyalahkan ekstremisme agama sebagai kekuatan destabilisasi di wilayah Xinjiang barat.

Sebelumnya, China telah lama khawatir bahwa wilayah yang dikuasai Taliban akan digunakan untuk menampung pasukan separatis.

Tetapi terlepas dari itu, Pemerintah China menerapkan kebijakan non-intervensi.

Dalam urusan internal negara lain.

Selain itu, ini juga secara drastis memperketat keamanan di Xinjiang dan mempererat perbatasannya.

Baca Juga: Pemilu Meksiko Saat ini Jadi Pemilihan Paling Kejam, 97 Politisi Tewas dan Ditemukan Potongan Tubuh di TPS

Serta menempatkan apa yang diperkirakan oleh para ahli dan kelompok hak asasi manusia PBB.

Di mana setidaknya satu juta etnis Uyghur dan muslim lainnya di pusat-pusat penahanan yang digambarkan China sebagai fasilitas pelatihan kejuruan.

Untuk membantu membasmi ekstremisme dan separatisme Islam.

Pertemuan bulan lalu di Kota Tianjin, China utara, mengikuti kunjungan serupa oleh delegasi Taliban pada 2019.

Dengan Wang mengatakan dirinya berharap Afghanistan dapat memiliki kebijakan Islam moderat.

Baca Juga: Kasus Covid-19 di Tokyo Meningkat Pesat, Apakah Ada Hubungannya dengan Olimpiade 2020?

"Bukankah ini Taliban yang sama yang meledakkan Buddha Bamiyan di depan media dunia?" kata seorang warganet China.

"Bukankah kita harus punya dasar?" tanyanya.

Dalam menghadapi Taliban, China dianggap semakin mungkin untuk dapat memanfaatkan fakta.

Bahwa mereka tidak pernah memerangi Taliban, tidak seperti AS dan Rusia.

Ketika Taliban terakhir berkuasa antara 1996-2001, China telah menangguhkan hubungan dengan Afghanistan.

Setelah menarik diplomatnya pada 1993 menyusul pecahnya perang saudara.

Baca Juga: Mural Kritik kepada Pemerintah Dihapus Paksa, Refly Harun: Jangan Maunya Dipuji Doang!

"Inilah yang membuat kami pragmatis," kata Lin Minwang, pakar Asia Selatan dari Universitas Fudan Shanghai.

"Bagaimana Anda ingin memerintah negara yang sebagian besar adalah urusan Anda sendiri?" tanyanya.

"Jangan biarkan hal itu memengaruhi China," tambahnya.

"Kekuatan besar Asia seperti China menunjukkan bahwa mereka mengakui legitimasi politik Taliban dengan bertemu mereka secara terbuka," ucapnya.

"Itu memberi Taliban kemenangan diplomatik besar," jelasnya.

Setelah pertemuan dengan Wang, Taliban berharap China dapat memainkan peran ekonomi yang lebih besar.

Baca Juga: 7 Kriteria Warga Miskin yang Dapat Bansos PKH, Mulai dari 900 Ribu hingga 3 Juta Loh!

"Ini menunjukkan bahwa China mungkin telah menggantungkan janji bantuan ekonomi," ujar Zhang Li, profesor studi Asia Selatan di Universitas Sichuan.

"Serta investasi ke Afghanistan pasca perang," tambahnya.

Resiko ketidakstabilan regional di China disorot bulan lalu.

Ketika 13 orang termasuk sembilan pekerja China, tewas di Pakistan dalam sebuah bom bunuh diri di sebuah bus.

Baca Juga: Mana yang Lebih Mengerikan, Virus Corona Varian Delta atau Alpha? Berikut Faktanya!

"Prioritas nomor satu China adalah menghentikan pertempuran," ucap Zhang.

"Karena kekacauan melahirkan ekstremisme agama dan terorisme," jelasnya.***

Editor: Yuan Ifdal Khoir

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x