CERDIKINDONESIA - Presiden Donald Trump mengumumkan secara resmi akan menarik 5.000 pasukan militer di Irak dan Afghanistan tahun depan.
Baca Juga: Geger Prabowo Subianto Bakal Di-reshuffle Presiden Jokowi, Gerindra: Tidak Benar Itu
Hal ini diumumkan langsung oleh Pejabat Kementerian Pertahanan Christopher Miller, Selasa 17 November 2020, disebutkan penarikan masing-masing 2.500 pasukan dari dua negara konflik itu akan dilakukan pada 15 Januari 2021.
Disisi lain, Pakar Hubungan Internasional untuk Studi Amerika dari Universitas Indonesia, Suzie Sudarman, menilai keputusan Trump untuk menarik pasukan militer dari dua negara konflik, sebagai sebuah gangguan dengan tanpa mempertimbangkan apapun.
Baca Juga: Prabowo Dikejar Banyak Negara, Menteri Pertahanan AS Tiba-Tiba Telepon
“Dia (Trump-red) kan melakukan disruption, artinya apapun yang dilakukan sebelumnya dianggap sebagai pekerjaan the Deep State yang membuat AS miskin. Dia memang tidak peduli dan mau melakukan konservasi kebijakan,” ujar Suzie Sudarman yang dilansir dari RRI.CO.ID, di Jakarta, Senin 23 November 2020.
Kebijakan Trump menjelang berakhirnya masa kepemimpinannya itu, juga disebut sebagai upaya mewujudkan “Military Keynesianisim”.
“Trump ingin meninggalkan kesan dia merombak. Nggak ada logikanya. Pokoknya ingin berbeda. Malah mungkin menginginkan keluar sebagai hero kalau menimbulkan chaos. Ada upaya untuk mewujudkan “Military Keynesianism”. Artinya mengandalkan penjualan senjata artinya butuh memicu konflik. AS bisa jadi kaya karena itu,” terang Suzie.
Baca Juga: Prabowo dapat Telepon dari Menhan AS, Bahas Kerja Sama Pemulangan Jenazah Tentara Perang Dunia II
Editor: Safutra Rantona
Sumber: rri.co.id