Ternyata Pink Bukan Warna Perempuan, Simak Faktanya!

- 19 November 2020, 12:00 WIB
Simbol kesetaraan gender
Simbol kesetaraan gender /Pixabay

CerdikIndonesia – Rasanya sudah lumrah mengidentikkan warna merah jambu atau pink sebagai warna feminin. Faktanya pink bukanlah warna perempuan, melainkan warna untuk laki-laki.

Dikutip dari jurnal, makna warna pink mengalami tiga kali pergeseran.

Baca Juga: Mamah Dedeh Positif COVID-19, Begini Kondisinya

Berdasarkan sejarah, warna pink diperuntukkan untuk laki-laki. Justru warna birulah diperuntukkan bagi perempuan.

Warna pink lumrah dipakai laki-laki (khususnya anak-anak).

Baca Juga: Mempertanyakan Akhlak Habib Rizieq, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI: Saya Kira Akan Lebih Menjaga

Pink yang notabene turunan warna merah, dikonotasi sebagai semangat muda dan keberanian. Sebagaimana pemaknaan pada warna merah yaitu pemberani.

Sedangkan warna biru dikonotasi sebagai lambang kelemahlembutan. Pola asosiasi warna juga diyakini mendapat pengaruh dari kepercayaan Katolik.

Dilihat dari sumber lukisan yang mempresentasikan pakaian berwarna pink yang dipakai Jesus. Di sisi lain, Maria digambarkan berbusana biru.

Baca Juga: DKI Jakarta Raih Penghargaan, Anies: Jangan Sampai yang Kecil Tertinggal Apalagi Tergilas

Berikut fakta sejarah pergeseran makna warna pink!

1. Di tahun 1940an sampai akhir 1970an transformasi makna pertama terjadi di saat Perang Dunia I dan II.

Kala itu laki-laki terjun ke dunia perang meninggalkan rumah. Sedangkan, kaum perempuan terpaksa mengambil alih tanggung jawab tulang punggung keluarga.

Tanggung jawab tersebut membuat perempuan mencari pekerjaan di luar rumah, menggantikan posisi laki-laki yang sedang berperang.

Kemunculan warna pink lantas dijadikan suatu sarana mengekspresikan kebebasan.

Baca Juga: Jangan Sampai Salah! Inilah Makna Gender yang Sering Keliru

2. Pada gelombang kedua, pertengahan tahun 1950. Warna pink mengalami konotasi ganda. Terkait gaya hidup dan tren di masa itu yang menggunakan warna pink sebagai pilihan warna.

Pola budaya baru membentuk konstruksi agar laki-laki tampil secara ekspresif melalui warna pink. Bersamaan dengan perkembangan warna pink sebagai sarana ekspresif perempuan.

Baca Juga: Ingin Tubuh Ideal? Berikut Tips Diet Pemula Mudah dan Aman

Sebelum memasuki dekade 1950an, laki-laki dianggap tabu mengekspresikan diri. Perawatan diri diidentikkan aktivitas perempuan.

Konotasi feminitas berkombinasi dengan maskulinitas.

Karakter laki-laki mulai mengarah pada kehidupan metroseksual dan flamboyan sebagai hasil dari adaptasi kehidupan perempuan.

Baca Juga: 5 Puisi Sapardi Djoko Damono Tentang Hujan

3. Pergeseran makna ketiga terjadi pada tahun 1960an sampai 1970an.

Makna warna pink stabil menempatkan konotasi feminin sebagai pemenang.

Melalui adaptasi yang massif, orang-orang mengenal warna pink sebagai produk feminitas.

Sehingga apapun yang diproduksi menggunakan warna pink diidentikkan sebagai warna perempuan.

Kembali lagi pada makna gender yang sangat cair. Pemaknaan warna pink juga tak lepas dari konstruksi masyarakat.***

 

Editor: Arjuna


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x