Peran Pemerintah dan Swasta Dalam Kebijakan Iklim Di Sektor Energi Terhadap Target NDC Indonesia

- 19 Oktober 2022, 17:28 WIB
Ilustrasi. Peran Pemerintah dan Swasta Dalam Kebijakan Iklim Di Sektor Energi Terhadap Target NDC Indonesia
Ilustrasi. Peran Pemerintah dan Swasta Dalam Kebijakan Iklim Di Sektor Energi Terhadap Target NDC Indonesia /Pixabay/Pete Linforth/

CERDIK INDONESIA - Perubahan iklim telah berdampak sangat luas terhadap kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Sebagai respon terhadap dampak perubahan iklim diperlukan upaya bersama baik pemerintah maupun keterlibatan sektor swasta. Kebijakan untuk mengendalikan efek perubahan iklim telah dituangkan dalam Persetujuan Paris (Paris Agreement) tahun 2015. Salah satu poin dalam Persetujuan Paris adalah negara maju membantu negara berkembang dalam pendanaan atau pembiayaan iklim, mendukung implementasi energi terbarukan yang lebih efektif, serta membantu melakukan adaptasi dengan perubahan iklim.

Dalam rangka mendukung pencapaian target NDC Indonesia, Pusat Perubahan Iklim Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai salah satu think tank isu perubahan iklim di Indonesia mengadakan webinar internasional dengan topik “Peran Pemerintah dan Swasta dalam Kebijakan Iklim di Sektor Energi terhadap Target NDC Indonesia”. Webinar tersebut berfokus pada sejauh mana kebijakan iklim di sektor energi dapat meningkatkan peran swasta dalam memfasilitasi pencapaian target NDC Indonesia dari perspektif energi terbarukan. Diskusi iklim ini berlangsung secara hybrid (daring dan luring) melalui zoom dan Gedung PT. LAPI ITB Jl. Ganesa No. 15 B.

Tujuan dari kegiatan webinar ini adalah untuk berbagi dan mengelaborasi informasi di antara para pemangku kepentingan utama mengenai hubungan kebijakan terkait iklim dengan peran pemerintah dan sektor swasta dalam mitigasi perubahan iklim dari perspektif sektor energi terbarukan untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC). Selain itu, mitigasi perubahan iklim ini juga akan dilihat dari Net Zero Emission (NZE) atau nol emisi karbon. Kondisi ini diketahui dari keadaan ketika jumlah emisi karbon yang menjadi penyebab perubahan iklim sama dengan emisi yang diserap dari atmosfer melalui berbagai upaya, antara lain penanaman pohon.

Pemateri dalam webinar ini diantaranya yaitu:

  1. Ir. Djoko Santoso Abi Suroso, Ph.D selaku Kepala Pusat Perubahan Iklim– Institut Teknologi Bandung.
  2. Harris S.T., M.T selaku Direktur Panas Bumi- Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
  3. Heiner von Lupke, Institut Penelitian Ekonomi Jerman-DIW (Deutsches Institut für Wirtschaftsforschung).
  4. Ir. Herman Darnel Ibrahim, M.Sc, sebagai anggota Dewan Energi Nasional.
  5. Emma Rachmawati, M.Sc. selaku Direktur Mitigasi Perubahan Iklim Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
  6. Niken Prilandita, ST., M.Sc. selaku Ketua Tim Country Study Indonesia- Strengthen National Climate Policy Implementation (SNAPFI) ITB.
  7. Novi Ganefianto- selaku Vice President Supreme Energi

Selain itu, webinar ini juga melibatkan dua pembahas yaitu:

  1. Ir. Andang Bachtiar, M.Sc. selaku Dewan Penasehat Anggota Tim SNAPFI– Pusat Perubahan Iklim– Institut Teknologi Bandung.
  2. Alexander Fisher- Direktur Climate Ambition- ClimateWorks Foundation.

Webinar ini merupakan bagian dari konsorsium penelitian yang betujuan untuk mendukung implementasi Nationally Determined Contributions (NDCs) di masing-masing negara melalui pemberian masukan pada kebijakan nasional, termasuk kebijakan pendanaan terkait perubahan iklim. Dengan melibatkan berbagai perspektif termasuk pemerintah dan sektor swasta dalam kegiatan webinar, diharapkan dapat memperkuat hasil studi Country Study Indonesia serta menjadi bahan perumusan untuk studi selanjutnya.

Kegiatan webinar dibuka oleh Prof. Ir. Djoko Santoso Abi Suroso, Ph.D selaku Kepala Pusat Perubahan Iklim– Institut Teknologi Bandung. Dalam paparannya disebutkan bahwa sektor energi merupakan sektor penyumbang terbesar kedua terhadap emisi gas rumah kaca setelah sektor Food and Land Use Coalition (FOLU). Emisi dari sektor energi akan terus meningkat hingga 2030, sedangkan sektor FOLU akan menurun bertahap. Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai tulang punggung pengurangan emisi di sektor energi Indonesia hingga saat ini masih jauh untuk mencapai target 23% terhadap bauran EBT. Selain itu juga dipaparkan hasil temuan Tim Country Study Indonesia dari tahun pertama hingga tahun ke-3, di mana pada tahun pertama temuan studi mengungkapkan bahwa sektor energi Indonesia dalam mencapai target NDC dihadapkan pada tantangan besar yaitu dilema batubara dan trilema energi yaitu Ketahanan energi, Energi berkeadilan dan Keberlanjutan lingkungan. Pada tahun kedua, Country Study Indonesia menemukan adanya praktik informalitas dalam proses penyusunan kebijakan di Indonesia terutama di sektor energi. Kurangnya transparansi, dan kepemimpinan nasional yang tidak memadai memicu praktik di belakang panggung seperti lobi dalam proses pembuatan kebijakan, termasuk dalam tata kelola iklim dan energi. Adanya praktik informal di sektor energi menyebabkan kebijakan cenderung mendorong penggunaan batubara hingga tahun 2030 dibandingkan EBT. Pada tahun ke-tiga, studi menemukan bahwa dalam rangka mendorong pengembangan energi terbarukan di Indonesia, perlu adanya dukungan dari sektor swasta. Namun demikian, kebijakan pengembangan energi terbarukan di Indonesia belum mendukung pencipataan pasar yang menarik bagi investor dan belum berpihak pada pengembang EBT.

Dari perspektif pemerintah, Harris S.T., M.T selaku Direktur Panas Bumi- Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, menyebutkan bahwa Indonesia memiliki sumber daya EBT yang melimpah, beragam, dan tersebar untuk mendukung ketahanan energi nasional dan pencapaian target bauran EBT, namun demikian hanya 0,3% dari total potensi yang digunakan. Maka dari itu peluang untuk pengembangan EBT masih sangat terbuka terutama dengan adanya isu lingkungan, perubahan iklim, dan peningkatan konsumsi listrik perkapita. Dalam rangka mendukung transisi energi di Indonesia, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 122 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Peraturan Presiden tersebut memiliki tujuan untuk meningkatkan investasi di sektor Energi Terbarukan, Mempercepat pencapaian target bauran energi terbarukan dalam bauran energi nasional sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional, dan Mengurangi emisi gas rumah kaca.

Salah satu pemateri dari Tim SNAPFI Berlin, Dr. Heiner von Lüpke memaparkan mengenai gambaran kebijakan iklim di Uni Eropa. Dr Heiner menyebutkan berkaitan dengan peraturan tata kelola Uni Eropa menuju iklim netral 2050, kebijakan mengenai tata kelola belum di revisi, namun beralih dari tata kelola lunak (soft governance) menuju tata kelola yang lebih keras yaitu dengan koridor energi terbarukan dan rekomendasi yang lebih ketat untuk negara-negara anggota jika terjadi ketidakpatuhan.

Halaman:

Editor: Safutra Rantona


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x