CERDIKINDONESIA – Pertambangan emas yang dilakukan oleh PT Tambang Mas Sangihe (PT TMS) di Pulau Sangihe, dapat memberikan dampak buruk bagi lingkungan sekitar.
Termasuk mengancam kehidupan spesies langka yang tinggal di daerah pertambangan tersebut.
Sebelumnya, PT TMS telah menerima izin dari Kementerian ESDM untuk menambang emas di Pulau Sangihe.
Baca Juga: Setelah Sangihe, Kini Danau Toba Terancam Dicemarkan oleh Perusahaan Kertas PT TPL
Tak tanggung-tanggung, PT TMS mendapatkan izin tambang emas sebesar 42 ribu hektar.
Jumlah tersebut mencapai 50 persen dari total luas Pulau Sangihe yang hanya memiliki luas 73 ribu hektar saja.
Rencana penambangan ini dapat mengancam kehidupan spesies burung langka yang tinggal di daerah tersebut, yaitu burung Seriwang Sangihe.
Spesies pertama dari Seriwang Sangihe ini ditemukan oleh A.B. Meyer pada tahun 1873.
Burung ini dianggap sebagai salah satu burung paling langka.
Lantaran spesies ini tidak pernah tercatat lagi hingga tahun 1998.
Bahkan, sebelumnya spesies ini sudah pernah dianggap punah oleh para peneliti.
Seriwang Sangihe ini juga dikenal sebagai burung Niu atau Manu’ Niu.
Burung ini berukuran sekitar 18 cm dengan paruh yang tebal dan pendek.
Bagian atas tubuh berwarna biru langit cerah, sedangkan bagian perut didominasi warna putih hingga abu-abu.
Mereka memiliki cincin mata berwarna putih yang merupakan ciri khas paling mencolok dari burung tersebut.
Dengan adanya penambangan emas ini, kemungkinan besar akan membuat burung Seriwang Sangihe hilang dari peradaban.
Terlebih, jumlah spesies ini hanya tersisa sedikit saja yang seharusnya mendapatkan perhatian dari pihak-pihak terkait.
Kematian Wakil Bupati Sangihe, Helmud Hontong juga semakin memperkuat fakta bahwa spesies burung langka ini akan punah begitu saja.***