Berikut Sikap Pengusaha Soal Demo Yang Menuntut UMP Naik 5%

29 November 2021, 20:00 WIB

CerdikIndonesia - Aksi buruh hari ini melakukan demo menuntut upah minimum provinsi (UMP) 2022 setidak-tidaknya naik 5%.

Sedangkan UMP yang telah ditetapkan para gubernur rata-rata hanya naik 1,09%. Buruh pun mengancam untuk demo berjilid-jilid hingga permintaannya dikabulkan.

Bagaimana respons pengusaha?

1. Minta Buruh Tahu Diri
Pengusaha tak mempermasalahkan massa buruh akan terus melakukan unjuk rasa menuntut kenaikan UMP 2022 naik 5%. Namun, para buruh diharapkan dapat memahami situasi yang sedang berlangsung saat ini, yakni pandemi COVID-19 yang berdampak terhadap dunia usaha.

Namun, Wakil Ketua Umum Kadin bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz menjelaskan bahwa perlu diketahui bersama pandemi COVID-19 memberikan dampak yang signifikan dalam dua tahun terakhir. Dia menjelaskan bahwa pengusaha pontang-panting menghadapi kondisi tersebut.

Baca Juga: Demo AS Rusuh, Trump Tenangkan Massa untuk Pulang dengan Damai dan Cinta

"Kami bisa mempertahankan dan sesuai rekomendasi pemerintah untuk tidak mem-PHK saja itu sudah sangat luar biasa. Jadi kami sebetulnya tidak semata-mata terlalu membicarakan hal-hal yang sekiranya terkait dengan kenaikan (upah minimum) dan kenaikan terus, bukan itu masalahnya," Ucapnya, Senin 29 November 2021.


Yang jadi masalah, lanjut dia adalah keberlangsungan usaha para pengusaha. Harus dipahami seperti apa kemampuan perusahaan. Bagi perusahaan yang mampu tentu didorong untuk menaikkan upah minimum 2022 di atas persentase yang sudah ditetapkan oleh gubernur.

"Nah kita juga harus tahu diri menyikapi itu, saat ini perubahan perilaku baik terutama kesehatan, ekonomi maupun sosial kita kan jauh sangat berubah akibat dampak pandemi COVID-19 ini," lanjutnya.

Baca Juga: Provokasi Kericuhan Demo AS, Ujaran Pemakzulan Donald Trump Semakin Nyaring Digaungkan

2. Soal UMP Bisa Direvisi atau Tidak
Apakah mungkin kebijakan pengupahan yang sudah ditetapkan gubernur direvisi? Adi tetap mendorong pemerintah untuk berpedoman pada peraturan yang ada.

"Jadi pengertian direvisi maupun tidaknya, jadi gini, yang pertama itu sebetulnya kami hanya mendorong bahwa pemerintah dalam hal ini tetap harus berpijak pada regulasi yang ada," katanya.

Terlepas dari itu, pengusaha tidak menutup diri terkait kenaikan UMP yang rata-rata 1%. Artinya, bagi perusahaan yang tidak terdampak pandemi COVID-19 masih terbuka dialog dengan pekerjanya untuk menyepakati kenaikan upah lebih tinggi dari persentase yang sudah ditetapkan gubernur.

"Jadi kiranya dari teman-teman (pengusaha) yang memang sekiranya tidak terdampak (pandemi) yo mbok yo tidak selalu mempedomani kepada upah minimum yang sudah ditetapkan, itu hanya sebagai jaring pengaman, sebagai kepastian hukum, sebagai jaminan bahwa pekerja maupun buruh itu clear, jadi tidak ada suatu upah yang sekiranya bisa diterima di bawah upah (minimum) itu," ucap Adi.

"Sekiranya rekan-rekan di sektor tertentu yang tidak terdampak (pandemi) itu tentu kami mengharapkan untuk didiskusikan di internal perusahaan dalam bentuk sosial dialog tadi. Jadi fasilitasi yang sekiranya bisa membicarakan upah di atas upah minimum kan ada ya, contoh struktur dan skala upah itu. Ini saya kira perlu kita angkat bersama," lanjutnya.

Baca Juga: Ricuh! Pendukung Habib Rizieq Demo di Depan DPRD Kota Bogor, Polisi: Tolong Geser, Jangan di sini

3. Respons Pernyataan Anies Soal UMP Kekecilan
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui kenaikan UMP DKI Jakarta di 2022 terlalu kecil. Merespons itu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang meyakini bahwa gubernur tidak akan merevisi kenaikan UMP 2022 yang sudah ditetapkan.


"Karena Gubernur sudah menetapkan UMP tahun 2022 berdasarkan PP 36/2021, kami sangat-sangat berpegang teguh bahwa Pak Gubernur tidak mungkin lari dari regulasi atau kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah (pusat)," ucapnya.

Pihaknya menyakini UMP DKI Jakarta 2022 yang sudah ditetapkan akan tetap diberlakukan tahun depan sehingga pihaknya tidak khawatir. Pengusaha juga meyakini Menaker akan tetap berpedoman pada PP 36.

"Kami tidak khawatir karena toh juga UMP-nya sudah ditetapkan berdasarkan PP 36 Tahun 2021, nggak mungkin beliau merevisi surat (keputusan kenaikan UMP) tersebut kalau tidak ada dasar hukum yang kuat makanya beliau mempertanyakan Menteri Ketenagakerjaan, dan kami yakini Menteri Ketenagakerjaan akan mengacu tetap kepada PP 36 Tahun 2021," ucap Sarman.

"Jadi artinya bahwa pemerintah daerah/Gubernur juga kan merupakan kepanjangan tangan dari pada pemerintah pusat kan. Jadi artinya tidak mungkin seorang Gubernur akan menyimpang dari pada peraturan yang telah ada," jelas dia.

***

Editor: Safutra Rantona

Tags

Terkini

Terpopuler