Terungkap! Selama ini Alat Swab Dikuasai Produk Asing, Buruh Pabrik Alat Kesehatan Kehilangan Pekerjaan

18 November 2021, 10:23 WIB
Ratusan buruh tergabung dalam Serikat Pekerja Buruh Nasional lakukan aksi demo tuntut Upah Minimum 2022 tidak berdasar PP No. 36/2021. /Portal Bandung Timur/hp.siswanti/

CerdikIndonesia - Kebijakan terkait penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia baru-baru ini dihebohkan oleh persoalan PCR yang dimonopoli oleh oknum pemerintahan. Tidak tanggung-tanggung dua orang menteri namanya ikut terseret dalam kasus ini.

Ada hal lain yang menjadi perhatian mengenai permasalahan alat tes PCR, ternyata selama ini pasokan alat kebutuhan untuk tes usap ini dikuasai produk asing.

Kondisi ini, tidak hanya membuat masyarakat mengeluh karena tes PCR mahal, tapi pengusaha lokal pun turut merugi karena dominasi produk asik membuat produk buatan dalam negeri selama ini tidak digunakan.

Baca Juga: Dikaitkan dengan Bisnis PCR, Erick Thohir Trending Twitter: Berani Ga KPK Usut Sampai Akhir?

Minimnya produksi alat kesehatan dalam negeri karena alat Kesehatan produk asing, turut berimbas terhadap para buruh yang kehilangan pekerjaan di pabrik pembuatan alat Kesehatan.

Kasus ini terjadi di salah satu pabrik pembuatan alat kesehatan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Sejumlah karyawan sepakat menggelar demo di depan tempat kerja mereka di PT Sri Tita Medika, di Desa Hegarmukti Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi.

Baca Juga: Seperti 'Dipenjara' di Hotel: Begini Ketatnya Peneliti Asing Menghadapi Karantina di Jepang

Mereka menyuarakan aspirasi terkait kesejahteraan mereka yang memprihatinkan selama bekerja yang semakin hari kian memburuk. Bahkan beberapa di antara mereka kini telah dirumahkan dan tidak kunjung dipanggil kembali.

Kami memohon sebesar-besarnya kepada pihak manajemen perusahaan untuk memperhatikan nasib kami kedepannya dan juga teman-teman kami yang sudah dirumahkan," kata Owi Indra, perwakilan buruh.

Berdasarkan hasil perundingan dengan pihak manajemen, kata Owi, kondisi perusahaan tengah lesu.

Baca Juga: Tagar MafiaPCR Trending, Syarat Naik Pesawat Tak Perlu Tes PCR Covid-19, Menko PMK: Cukup Swab Antigen Saja

Pada dasarnya di tengah pandemi COVD-19, persoalan kesehatan menjadi hal yang sangat diprioritaskan, namun yang terjadi malah sebaliknya, pabrik pembuatan peralatan kesehatan ini justru kekurangan pesanan.

"Memang sekarang katanya banyak produk yang dipakainya itu yang impor padahal kan di kami ada. Maka kami juga berharap Pak Presiden Jokowi mendengar supaya bisa mengutamakan produksi alat kesehatan dalam negeri ketimbang alat kesehatan impor," kata Owi.

Di lain sisi, pihak manajemen PT. Sri Tita Medika tidak menyangkal bahwa kondisi perusahaan memang sedang terpuruk menyusul sulitnya pendistribusian alat kesehatan.

Produksi alat swab dalam negeri tidak digunakan karena lebih banyak impor.

"Memang kondisi saat ini perusahaan sedang berusaha mendapatkan pasar untuk dipasok. Tapi kondisinya saat ini banyak produk yang malah dari luar negeri sedang produk dalam negeri justru tidak dipakai padahal secara kualitas kami lebih baik dan harganya lebih terjangkau," ucap General Manager PT Sri Tita Medika, Heru Purnomo.

Heru menyayangkan banyak pihak yang lebih memilih menggunakan produk impor untuk kebutuhan tes PCR maupun antigen. Bahkan, alat impor itu digunakan oleh BUMN yang bergerak di bidang transportasi, seperti di stasiun dan bandara.

Padahal, Heru melanjutkan, seharusnya perusahaan plat merah mendukung penggunaan produk dalam negeri.

"Dengan realita tersebut, kami juga memohon kepada bapak Presiden Joko Widodo untuk memperhatikan dan memberikan instruksi kepada yang di bawah untuk mengetahui peraturan terkait penggunaan produk dalam negeri yang tertuang dalam Kepres nomor 12/2021 dan nomor 15/2021. Hal ini perlu dilakukan agar penggunaan produk-produk lokal bisa lebih diperhatikan lagi dan dijalani di lapangan," ujar Heru.

Heru mengaku perusahaannya sudah bergerak di bidang alat kesehatan sejak sebelum pandemi.

Saat Covid-19 masuk ke Indonesia, pihaknya turut memproduksi berbagai kebutuhan kesehatan, di antaranya masker dan stik swab.

Secara kemampuan, Heru menjelaska pihaknya dapat memproduksi alat swab hingga 25 juta per bulan.

Namun kenyataannya, permintaan produksi alat Kesehatan di lapangan jauh di bawah itu. Dari 5 juta alat yang diproduksi, hanya ratusan ribu hingga satu juta alat saja yang berhasil terdistribusi.

Kondisi ini membuat perusahaan terpaksa memutuskan untuk merumahkan sejumlah karyawan.

Menurutnya untuk dapat keluar dari masalah tersebut diperlukan keberpihakan dari pemerintah terhadap pengusaha lokal. 

"Kami tidak butuh subsidi dari pemerintah karena kami masih sanggup membiayai produksi yang dibutuhkan. Namun yang kami butuhkan sekarang adalah pasar yang adil bagi kami dalam mendistribusikan alat swab antigen yang kami produksi. Apabila tidak pasar yang adil bagi kami dalam mendistribusikan produk, maka masalah itu akan berbuntut pada kesejahteraan karyawan, karena mau tidak mau kami harus memangkas gaji dan merumahkan beberapa karyawan karena kondisi finansial perusahaan perlu diselamatkan," ucap Heru.

Heru juga menegaskan bahwa regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah sebetulnya sudah baik.

Namun memang dalam pelaksanaannya di lapangan, tidak sesuai dengan regulasi yang telah dibuat dan diarahkan.

"Harapan kami, semoga regulasi yang telah ditentukan bisa berjalan dengan semestinya agar produk buatan dalam negeri bisa diutamakan dan digunakan," tutur Heru.***

Editor: Safutra Rantona

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler