Pertamina Dikritik Perihal Masih Menggunakan Bahan Baku Impor, Lamhot Sinaga Angkat Suara

24 Mei 2021, 18:35 WIB
Mengenal VLCC Pertamina Pride, Kapal Tanker Raksasa Sepanjang 300 Meter Penjaga Ketahanan Energi Indonesia /pertamina.com

CERDIK INDONESIA - Anggota Komisi VI DPR RI Lamhot Sinaga angkat suara perihal PT Pertamina (Persero) yang masih menggunakan sebagian besar bahan bakunya dari luar negeri.

Lamhot mengungkapkan bahwa salah satu perusahaan terkemuka BUMN tersebut harus lebih fokus pada industri petrokimia domestik.

Hal tersebut dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan nasional akan bahan baku petrokimia, kata .

Lamhot Sinaga dalam rilis di Jakarta, Minggu, meminta Pertamina berkomitmen penuh dalam memperkuat industri petrokimia nasional.

Ia mengemukakan bahwa saat ini hampir 70 persen kebutuhan Indonesia akan bahan baku petrokimia dipenuhi dari impor.

Baca Juga: Prabowo Berpeluang Besar Gantikan Jokowi di Pilpres 2024, Ganjar dan Anies Tak Mau Kalah

Padahal, lanjutnya, industri yang menggunakan bahan baku tersebut terus berkembang.

"Ini kan harus disiapkan, sebagaimana lazimnya sebuah negara biasanya adalah bahwa petrochemical itu dikelola sendiri," paparnya.

Lamhot menegaskan bahwa setiap kilang wajib diintegrasikan dengan industri petrokimia karena semua turunannya berada di dalam industri tersebut.

Ia mengutarakan harapannya agar dalam suasana restrukturisasi yang saat ini dilakukan Pertamina, keinginan memperkuat industri petrokimia dapat diwujudkan, terlebih nilai investasi daripada restrukturisasi tersebut nilainya mencapai 80 miliar dolar AS.

Baca Juga: Seorang Guru SD di Toba Tewas Bersimbah Darah di Rumahnya, Korban Diduga Dibunuh

Sebelumnya, PT Kilang Pertamina Internasional mencatatkan kinerja positif bisnis pengolahan dan petrokimia dengan melampaui target yang tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) pada triwulan I 2021.

Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional Djoko Priyono mengatakan faktor utama yang mendorong kinerja positif tersebut, antara lain optimasi kilang dan efisiensi biaya operasional.

“Optimasi kilang juga dilakukan dalam proses pengadaan minyak mentah. Kami diberikan fleksibilitas dalam mengolah minyak mentah negara agar dapat memberikan profitabilitas kilang yang lebih baik," kata Djoko.

Baca Juga: Pendiri Telegram Sebut Android Lebih Kece dari Apple, Pavel Durov : Apple Harga Mahal dan Usang

Optimasi kilang dilakukan dengan menghasilkan produk bernilai tinggi sesuai dengan pergerakan crack spread atau perbedaan antara harga minyak mentah sebagai bahan baku dan harga produk yang dihasilkan kilang.

Menurut Djoko, upaya optimasi berhasil menjadikan imbal hasil produk di atas target. Persentase produksi bernilai tinggi, seperti produk bahan bakar minyak dan petrokimia mencapai realisasi di atas 79 persen lebih tinggi dibandingkan target pada RKAP sekitar 78 persen.

"Plant Availability Factor (PAF) yang merupakan indikator keandalan operasi kilang terhadap perencanaan operasi juga berhasil kami tingkatkan menjadi hampir 100 persen lebih tinggi daripada versi RKAP sekitar 99 persen," kata Djoko.***

Editor: Yuan Ifdal Khoir

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler