Masyarakat Adat Batak Konflik dengan PT TPL, Warga Sampaikan Aspirasi Ini kepada Menteri LHK

- 14 Juni 2021, 11:14 WIB
Konflik Wilayah Adat di Danau Toba
Konflik Wilayah Adat di Danau Toba /

Selanjutnya Arnold Lumbanbatu, perwakilan dari masyarakat Pandumaan-Sipituhuta menjelaskan bahwa pada tahun 2016 yang lalu perwakilan masyarakat telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ibu Siti Nurbaya di Istana Negara.

Dalam pertemuan tersebut Presiden RI Jokowi memberikan SK Pencadangan Hutan adat kami dengan mengeluarkan dari konsesi PT TPLseluas 5172 hektar. Pak Jokowi juga berpesan agar kami tidak merubah fungsi Hutan Kemenyan, dan itu kami lakukan sampai sekarang. Namun tahun 2020 yang lalu SK Hutan Adat Pandumaan-Sipituhuta terbit hanya seluas 2393  hektar. Hal ini menyebabkan masalah baru bagi masyarakat, karena tuntutan kami tidak sesuai dengan hasil yang kami terima," jelas Arnold.

Dia berharap, SK Hutan Adat yang mereka terima ditinjau ulang sesuai dengan permintaan masyarakat, karena yang tidak masuk dalam SK Hutan Adat tersebut sampai saat ini masih hutan kemenyan yang mereka lestarikan.

Eva Junita Lumban Gaol, mewakili masyarakat adat Pargamanan-Bintang Maria juga menyampaikan keberadaan PT TPL di wilayah adat mereka yang telah menimbulkan konflik horizontal sesama masyarakat.

 

PT TPL membuat rusak hubungan keluarga, abang-adik tidak saling sapa akibat pecah belah yang dilakukan PT TPL. Bukan hanya itu, keberadaan konsesi di hutan kemenyan kami juga berdampak pada menurunnya sumber ekonomi masyarakat karena telah banyak pohon kemenyan kami ditebang oleh perusahaan, tanaman-tanaman kami banyak dirusak oleh binatang yang kehilangan tempat dari hutan yang dirusak”, ungkap Eva.

Dia juga menambahkan, Belum selesai konflik dengan PT TPL, baru-baru ini wilayah adat mereka telah ditunjuk sebagai area pengembangan Food Estate.

Hal ini membuat kekhawatiran bagi masyarakat, karena lokasi yang ditunjuk tersebut merupakan Hutan Kemenyan dan Hutan alam.

"Kami tidak bisa bayangkan jika Hutan kami rusak maka kehidupan kami tentu akan terancam, padahal saat ini hutan di Pargamanan-Bintang Maria adalah benteng terakhir hutan alam di Tapanuli,” ungkap Eva.

 

Halaman:

Editor: Safutra Rantona


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x