'Ojo Dibandingke' Jangan Membandingkan Menurut Pandangan Islam: Simak Penjelasannya Berikut Ini!

- 21 Agustus 2022, 02:48 WIB
Ilustrasi intelektual otak
Ilustrasi intelektual otak /Foto oleh John Hain - Pixabay

CERDIK INDONESIA - Baru baru ini tengah viral lagu 'Ojo Dibandingke' atau kalau diartikan itu artinya 'jangan membandingkan'.

Lagu tersebut menjadi viral ketika dinyanyikan oleh penyanyi cilik asal Jawa Timur, Farel Prayoga di Istana Negara pada saat Memperingati HUT ke-77 RI.

Diketahui setelah kejadian tersebut, kini banyak orang yang mencari tau entah itu mengenai lirik lagu ataupun arti yang terkandung dalam isi lagu tersebut.

Terlepas dari hal tersebut, berikut ini akan dibahas mengenai jangan membandingkan menurut pandangan Islam.

Sikap membanding-bandingkan merupakan kebiasaan yang kerap kali dilakukan seseorang, entah membandingkan diri dengan orang lain dalam hal jabatan, karier, kekayaan, dan sebagainya.

Baca Juga: Takhbib, Mengganggu Rumah Tangga Orang Lain, Berkaitan dengan Pebinor dan Pelakor: Berikut Penjelasan Hukumnya

Bisa juga membandingkan orang lain dengan pihak lain seperti membanding-bandingkan prestasi anak sendiri dengan teman sekelasnya. Lantas bagaimana pandangan Islam dengan sikap demikian? 

Membandingkan diri dengan orang lain atau orang lain dengan pihak lain, bisa tidak boleh dan bisa juga boleh, bahkan dianjurkan.

Yang tidak diperbolehkan adalah ketika sikap membandingkan ini membuat kita kurang bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan. Dalam Al-Qur’an disebutkan, 

  وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗوَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا   

Artinya, “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS An-Nisa [3]: 32)   

Ayat di atas berpesan kepada kita agar jangan membanding-bandingkan diri dengan orang lain sehingga muncul sifat iri atau hasud. Misalnya, membandingkan jatah rezeki yang telah Allah bagikan kepada hamba-Nya.

Sebab, jika sudah muncul sifat iri akan membuat seseorang lupa diri sehingga dikhawatirkan akan menghalalkan segala cara agar bisa mengungguli orang lain. (Fakhruddin ar-Razi, Mafatihul Ghaib, [1981],  juz X, halaman 82).   

 Terkait bahaya sifat hasud, ada sejumlah ayat Al-Qur’an, hadits, dan pesan para sahabat Nabi (atsar) yang sudah menyinggungnya. Dalam satu hadits diriwayatkan:   
وعنْ أنَسٍ رضي اللَّه عنهُ قال: قال رسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم: لا تَقَاطَعُوا، ولا تَدابروا، ولا تباغضُوا، ولا تحاسدُوا، وكُونُوا عِبادَ اللَّهِ إخْواناً. ولا يحِلُّ لمُسْلِمٍ أنْ يهْجُرَ أخَاهُ فَوقَ ثَلاثٍ. متفقٌ عليه   

Artinya, “Dari Anas ra, berkata, ‘Rasulullah saw bersabda, ‘Janganlah engkau semua saling memutuskan (hubungan persahabatan atau kekeluargaan), jangan saling membelakangi, jangan saling membenci serta jangan pula saling mendengki. Jadilah engkau semua, hai hamba-hamba Allah, sebagai saudara-saudara. Tidak boleh seorang Muslim meninggalkan (tidak menyapa) saudaranya lebih dari tiga hari.’” (Muttafaq ‘alaih) 

Baca Juga: Profil dan Biodata Hermanto Dardak, Ayah dari Emil Dardak Wagub Jawa Timur yang Meninggal Akibat Kecelakaan

Ibnu Mas’ud pernah menyampaikan bahwa orang yang memiliki sifat hasud bagaikan orang yang memusuhi nikmat Allah.

Sebab, ia tidak senang ketika ada orang lain mendapat nikmat yang telah Allah anugerahkan. Sebaliknya, ia akan bertepuk tangan jika mihat orang yang dihasudinya hancur.   

Tips Membandingkan  Kendati sikap membanding-bandingkan tidak diperbolehkan, ada juga yang diperbolehkan, yaitu ketika dilakukan dengan tujuan supaya mendapat motivasi dari orang lain.

Misalnya, membandingkan diri dengan orang lain yang memiliki semangat belajar lebih giat atau kualitas ibadah tinggi sehingga kita juga ikut terpacu untuk meningkatkan kualitas diri.   

Sebab itu Rasulullah saw menganjurkan kita agar sering bergaul dengan orang saleh agar kita banyak berintrospeksi diri dan terus mendapat suntikan semangat beramal baik. Nabi saw bersabda: 
Ibnu Mas’ud pernah menyampaikan bahwa orang yang memiliki sifat hasud bagaikan orang yang memusuhi nikmat Allah.

Sebab, ia tidak senang ketika ada orang lain mendapat nikmat yang telah Allah anugerahkan. Sebaliknya, ia akan bertepuk tangan jika mihat orang yang dihasudinya hancur.   

Tips Membandingkan 

Kendati sikap membanding-bandingkan tidak diperbolehkan, ada juga yang diperbolehkan, yaitu ketika dilakukan dengan tujuan supaya mendapat motivasi dari orang lain.

Misalnya, membandingkan diri dengan orang lain yang memiliki semangat belajar lebih giat atau kualitas ibadah tinggi sehingga kita juga ikut terpacu untuk meningkatkan kualitas diri.   

Sebab itu Rasulullah saw menganjurkan kita agar sering bergaul dengan orang saleh agar kita banyak berintrospeksi diri dan terus mendapat suntikan semangat beramal baik. Nabi saw bersabda: 

إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السُّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ؛ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً. متفق عليه   

 Artinya, “Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk bagaikan penjual minyak wangi dan tukang besi. Penjual minyak wangi, jika ia tidak menghadiahkan padamu minyak wangi, maka engkau akan beli darinya, atau paling tidak engkau akan ketularan harumnya. Sedangkan tukang besi, jika bajumu tidak terbakar akibat terkena percikan api yang ada di tungku besinya, setidak-tidaknya engkau (akan keluar dari tempat kerjanya) dalam keadaan bau asap.” (Muttafaq ‘Alaih

Baca Juga: Istri Ferdy Sambo Resmi Jadi Tersangka Pembunuhan Brigadir J, LPSK: Memang Sudah Ada Potensi itu Sejak Awal

Berbeda dalam urusan akhirat, jika membandingkan diri dengan orang lain dalam urusan duniawi seperti karier, kekayaan, prestasi, dan sebagainya, kita dianjurkan untuk melihat orang yang levelnya berada di bawah nasib kita.

Dengan begitu harapannya akan membuat kita tetap bisa bersyukur karena Allah swt masih memberi yang lebih baik kepada diri kita dibanding orang lain.

Dalam satu hadits diriwayatkan: 

عن أبي هريرة رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم: انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ؛ فَهُوَ أجْدَرُ أنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ الله عَلَيْكُمْ

Artinya, “Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, beliau berkata, ‘Rasulullah saw bersabda, ‘Lihatlah siapa yang berada di bawah kalian, dan jangan melihat orang yang berada di atas kalian, sebab yang demikian lebih patut agar kalian tidak memandang remeh nikmat Allah atas kalian.’” (HR al-Bukhari).   

Melaui hadits ini, Imam Ibnu Hajar menyampaikan, jika dalam urusan ibadah hendaknya seseorang membandingkan dirinya dengan orang lain yang memiliki kualitas lebih baik darinya sehingga menjadi motivasi untuk meningkatkan kualitas ibadah dirinya.

Berbeda dalam urusan duniawi, hendaknya ia membadingkan dirinya dengan orang lain yang nasibnya berada di bawahnya sehingga ia bisa tetap bersyukur telah diberi kelebihan. (Ibnu Hajar, Fathul Bari, juz XI, halaman 276).  

Simpulannya, jika membandingkan diri dalam urusan duniawi harus dicermati terlebih dulu. Jika sikap tersebut membuat kita semangat untuk meningkatkan kualitas diri maka boleh, bahkan dianjurkan.

Baca Juga: Persib Bandung Kini Resmi Memiliki Pelatih Baru! Simak Profil dan Biodata 'Luis Milla' Pelatih Asal Spanyol

Seperti membandingkan diri dengan semangat belajar orang lain. Sebaliknya, jika hal demikian justru membuat kita kurang bersyukur atau timbul hasud, maka tidak boleh. Seperti membandingkan diri dengan orang lain terkait besaran gaji.   

Sementara dalam hal membandingkan diri dalam urusan akhirat maka mutlak diperbolehkan karena bisa membuat semangat ibadah kita terpacu. Seperti membandingkan diri dengan orang lain yang lebih rajin menjalankan shalat berjamaah.

Wallahu a’lam bissowab.***

Editor: Yuan Ifdal Khoir

Sumber: nu.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah