"Pengaturan tersebut untuk memastikan mekanisme penyaluran BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar tepat sasaran," ujarnya.
"Jika tidak diatur, besar potensinya kuota yang telah ditetapkan selama satu tahun tidak akan cukup. Ini demi menjaga ketahanan energi kita," tambahnya.
Sebagai informasi, PT Pertamina (Persero) mencatat, dari kuota yang diberikan sebesar 23,05 juta kiloliter, konsumsi Pertalite sudah mencapai 80 persen pada Mei 2022. Sementara konsumsi Solar subsidi mencapai 93 persen dari total kuota awal tahun sebesar 15,10 juta kiloliter.
Hageng menyampaikan, penyaluran BBM subsidi harus sesuai dengan peraturan, baik dari sisi kuota maupun segmentasi penggunanya. Saat ini, lanjut dia, segmen pengguna Solar subsidi sudah diatur sehingga penyalurannya lebih tepat sasaran. Sedangkan Pertalite segmentasi penggunanya masih terlalu luas.
"Oleh sebab itu perlu diatur yang bisa mengonsumsi Pertalite. Misalnya apakah mobil mewah masih boleh, padahal mereka mampu beli yang nonsubsidi," paparnya.
Baca Juga: Turun Tangan, Presiden Jokowi akan Kunjungi Rusia dan Ukraina dalam Misi Perdamaian
Hageng juga menyampaikan apresiasi atas inisiatif dan inovasi Pertamina Patra Niaga yang akan melakukan uji coba penyaluran Pertalite dan Solar subsidi melalui sistem MyPertamina.
"Saya mengajak seluruh pihak untuk mengawal dan mengontrol implementasi program tersebut, agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat," pungkasnya.
Diketahui, penyaluran BBM subsidi merupakan amanah Perpres No. 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, dan SK BPH Migas No 4/2020 tentang penugasan Pertalite dan Solar.***