Baca Juga: Hajime Isayama Bocorkan Cerita Terakhir Attack On Titan, Penggemar Siap-siap Kecewa
Direktur Eksekutif APKI Liana Bratasida mengatakan tingkat pemanfaatan FABA di Indonesia masih tergolong sangat kecil, yaitu hanya 0 persen-0.96 persen untuk fly ash dan 0.05 persen-1.98 persen untuk pemanfaatan bottom ash.
Liana juga menyatakan, di beberapa negara, FABA juga telah dimanfaatkan sebagai material konstruksi seperti untuk campuran semen dalam pembangunan jalan, jembatan, dan timbunan, reklamasi bekas tambang, serta untuk sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan.
"Tingkat pemanfaatan FABA di negara-negara itu sudah cukup tinggi, berkisar antara 44.8 persen - 86 persen," kata Liana.
Namun, terbitnya PP 22/2021 yang mengeluarkan limbah batu bara dari limbah B3 itu dikritisi aktivis lingkungan.
Salah satunya, lembaga yang fokus pada kampanye energi terbarukan, Trend Asia.
Lewat kicauan di akun Twitter resminya, Trend Asia menyatakan keputusan pemerintah menghapus limbah batubara dari kategori limbah berbahaya dan beracun (B3) adalah keputusan bermasalah dan sebuah kabar sangat buruk bagi kelestarian lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat.
BREAKING NEWS!!
Presiden Jokowi menghapus Limbah Batubara dari kategori limbah berbahaya dan beracun (B3). #BahayaLimbahBatubara pic.twitter.com/4mkVdsYcsV— Trend Asia (@TrendAsia_Org) March 10, 2021
"Limbah batubara sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat karena mengandung senyawa kimia seperti arsenik, timbal, merkuri, kromium, dsb. Karena itu, mayoritas negara di dunia masih mengkategorikan limbah batubara sebagai limbah berbahaya dan beracun," demikian kutipan utas di akun Twitter Trend Asia pada 10 Maret 2021.
“Keputusan pemerintah menghapus limbah batubara dari kategori limbah berbahaya dan beracun (B3) adalah keputusan bermasalah dan sebuah kabar sangat buruk bagi kelestarian lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat.#BahayaLimbahBatubara,” tulis @TrendAsia_Org, Rabu, 10 Maret 2021.***