CerdikIndonesia - Beberapa warga Palestina tewas setelah serangan yang diluncurkan Israel baru-baru ini di Gaza.
Pengeboman yang dilakukan Israel di Jalur Gaza telah memasuki hari ketujuh berturut-turut, dengan serangan udara pada Minggu dini hari menewaskan sedikitnya empat warga Palestina, melukai puluhan lainnya dan meratakan setidaknya dua bangunan tempat tinggal.
Baca Juga: Ini yang Sebenarnya Diinginkan Hamas dari Zionis Israel
Rumah kepala Hamas Gaza, Yehya al-Sinwar, juga menjadi sasaran. Di Tel Aviv, Israel, orang-orang berlari ke tempat perlindungan bom saat sirene peringatan tembakan roket yang masuk meraung di seluruh kota, dan militer Israel meluncurkan sistem pertahanan udara "Kubah Besi" untuk mencegat roket Hamas.
Eskalasi terjadi beberapa jam setelah rudal Israel menghantam kamp pengungsi, menewaskan sedikitnya 10 warga Palestina, termasuk delapan anak - anak dan merobohkan gedung bertingkat tinggi yang menampung kantor organisasi media, termasuk Al Jazeera.
Baca Juga: Soroti Kelompok Millitan Hamas Palestina yang Berani Tembakan Roket Pada Israel, Siapakah Mereka?
Dalam pidato yang disiarkan televisi Sabtu malam, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji untuk melanjutkan serangan di Gaza "selama diperlukan", sementara pemimpin Hamas Ismail Haniya mengatakan "perlawanan tidak akan menyerah".
Setidaknya 149 warga Palestina, termasuk 41 anak-anak, telah tewas di Jalur Gaza dalam sepekan terakhir. Sekitar 950 lainnya terluka.
Baca Juga: Serangan Israel Pada Gaza Palestina Tuai Rasa Prihatin, PBB: Hentikan Kekerasan Sekarang Juga
Di Tepi Barat yang diduduki, pasukan Israel telah menewaskan sedikitnya 13 warga Palestina.
Sedikitnya 10 orang di Israel juga tewas, dengan dua kematian baru dilaporkan pada hari Sabtu. Tentara Israel mengatakan ratusan roket telah ditembakkan dari Gaza ke berbagai lokasi di Israel dan mereka telah menambahkan bala bantuan di dekat daerah kantong tersebut.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akan bertemu pada Minggu malam untuk membahas pecahnya kekerasan terburuk selama bertahun-tahun di Palestina dan Israel. ***