"Langkah pencabutan Perpres oleh presiden merupakan sikap politik yang positif dan menunjukkan keterbukaan pemerintah atas kritik dan masukan konstruktif masyarakat demi kemaslahatan bangsa," kata Haedar.
Baca Juga: Ridwan Kamil Masuk Isu Kongres Luar Biasa Partai Demokrat, Dikabarkan Jadi Pengganti AHY
Haedar juga menilai pemerintah telah bersikap demokratis dan legowo atas aspirasi dan keberatan masyarakat, termasuk di dalamnya Muhammadiyah yang sudah menolak aturan tersebut.
Menurutnya, pemerintah memahami bahwa masalah miras bukan hanya urusan umat beragama semata. Namun, juga dapat merusak mental dan moral bangsa.
"Pembangunan ekonomi tentu sangat didukung penuh oleh semua pihak, asalkan tidak bertentangan dengan nilai Pancasila, agama, dan kebudayaan luhur Indonesia. Masih terbuka banyak bidang yang dapat dikembangkan dalam pembangunan ekonomi dan investasi di negeri ini," kata Haedar.
Sebelumnya, Presiden Jokowi membatalkan perpres tersebut setelah mendengar masukan dari beberapa kelompok masyarakat, seperti ulama, MUI, NU, dan ormas lainnya.
"Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama, MUI, NU, Muhammadiyah, dan organisasi masyarakat (ormas) serta tokoh-tokoh agama yang lain saya sampaikan lampiran perpres pembukaan investasi baru industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," ucap Jokowi.