Ini Bahasan Para Menkeu Negara G20 Terkait Ekonomi dan Pandemi, Penting untuk Disimak!

19 Oktober 2020, 08:12 WIB
Sri Mulyani Bertemu Para Menkeu dan Gubernur Bank Sentral G-20 Bahas Pembaruan Rencana Aksi /Instagram/@kemenkeuri

CerdikIndonesia - Pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Group of Twenty (G20) telah diselenggarakan secara virtual pada tanggal 14 Oktober 2020, dengan diawali pertemuan tingkat Deputy pada tanggal 12-14 Oktober 2020. Agenda utama yang dibahas dalam pertemuan adalah Response to the Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Pandemic, International Taxation, dan Financial Sector Issues.

Baca Juga: Ini Awal Mula Kisruh Fans Bubu Lee Taeyong dan Tiktokers Jason William

Pandemi Covid-19 telah menimbulkan tekanan terhadap perekonomian global. International Monetary Fund (IMF) dalam World Economic Outlook terbaru memperkirakan perekonomian global akan tumbuh negatif 4,4 pada tahun 2020.

 

Meskipun terdapat tanda-tanda pemulihan bertahap, namun perekonomian global masih menghadapi ketidakpastian yang tinggi.  Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 menegaskan kembali komitmennya dalam menggunakan semua kebijakan luar biasa (extra ordinary policy tools) dalam melindungi masyarakat, lapangan kerja, pemulihan ekonomi, dan ketahanan sistem keuangan, dengan secara hati-hati mengelola potensi risiko terhadap penurunan ekonomi.

Baca Juga: KAI Minta Ganti Rugi Atas Insiden Truk Semen Tabrak Kereta, 5 Gerbong Rusak dan Perjalanan Terhambat

“Pemulihan ekonomi yang parsial dan tidak merata dapat membawa prospek ekonomi global jauh dari tingkat sebelum pandemi. Negara-negara G20 harus menghindari  penarikan stimulus yang terlalu dini, guna mendukung pemulihan berada di jalur yang benar. Ketersediaan dan akses atas vaksin sangat penting dalam penanganan Covid-19 dan mendukung pemulihan ekonomi.

 

Indonesia berkomitmen untuk menggunakan semua perangkat kebijakan, termasuk melalui policy mix antara kebijakan fiskal, moneter, dan struktural dalam mendukung pemulihan ekonomi. Indonesia baru saja mengesahkan Omnibus Law Cipta Kerja guna mendukung investasi dan penciptaan lapangan pekerjaan,” ungkap Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

Baca Juga: KAI Minta Ganti Rugi Atas Insiden Truk Semen Tabrak Kereta, 5 Gerbong Rusak dan Perjalanan Terhambat

Pertemuan G20 kali ini mengesahkan pembaruan G20 Action Plan, yang mencakup prinsip-prinsip dan langkah-langkah nyata atas kebijakan dan komitmen dalam menangani pandemi Covid-19 serta pemulihan ekonomi yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.

 

Negara-negara G20 menegaskan kembali pentingnya aksi bersama dalam mendukung R&D, produksi, dan distribusi Covid-19 tools (diagnostik, terapi, dan vaksin) dengan tujuan untuk mendukung akses yang merata dan terjangkau bagi semua. Imunisasi secara luas dipandang sebagai barang publik global (global public good) dalam rangka pencegahan dan penanganan pandemi Covid-19.

 

Negara-negara G20 juga menekankan pentingnya pembiayaan Universal Health Coverage (UHC) bagi negara-negara berkembang guna meningkatkan daya tahan, kesiapan, dan respon dari sistem kesehatan terhadap pandemi.

Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 menyepakati perpanjangan implementasi program penundaan pembayaran kewajiban utang bagi negara-negara miskin (low income countries) melalui Debt Service Suspension Initiative (DSSI) sampai dengan akhir Juni 2021, guna membantu negara-negara miskin dalam merespon pandemi.

Baca Juga: Jangan Sepelekan, Inilah Manfaat Puasa Senin-Kamis untuk Tubuh

Dalam pertemuan IMF-WB Spring Meeting 2021 mendatang, G20 akan membahas opsi perpanjangan DSSI untuk enam bulan berikutnya (hingga Desember 2021) apabila perkembangan situasi perekonomian dan keuangan dunia masih membutuhkan fasilitas DSSI.

Mempertimbangkan peningkatan kerentanan utang yang signifikan dari negara-negara miskin (low income countries) akibat pandemi Covid-19, negara-negara G20 menyadari adanya keperluan perlakuan utang di luar fasilitas DSSI secara kasus per kasus.

 

Sehubungan dengan hal ini, G20 menyetujui prinsip-prinsip Common Framework for Debt Treatments beyond the DSSI sebagai upaya untuk mengatasi risiko kerentanan utang negara-negara miskin. Common Framework ini diharapkan akan dapat ditetapkan pada Pertemuan Menkeu dan Gubernur Bank Sentral G20 pada November mendatang, setelah masing-masing negara kreditur melakukan proses domestik yang diperlukan.

Negara-negara G20 mengapresiasi bank pembangunan multilateral (Bank Dunia dan bank pembangunan multilateral lainnya) yang berkomitmen untuk menyalurkan bantuan pembiayaan yang signifikan kepada negara-negara miskin (low income countries/DSSI eligible countries) guna merespon pandemi.

 

G20 mendorong langkah-langkah kolektif bank pembangunan multilateral dalam melanjutkan dan meningkatkan dukungan mereka kepada negara-negara miskin, dengan tetap menjaga credit rating serta kemampuan bank pembangunan multilateral dalam mendapatkan funding berbiaya rendah.

Baca Juga: Pollycarpus Meninggal, Kasus Munir Masih Berlanjut

G20 berkomitmen dalam  melanjutkan kerjasama bidang perpajakan guna mewujudkan sistem perpajakan internasional yang adil, berkelanjutan, dan modern. Pandemi Covid-19 telah mempengaruhi perkembangan pembahasan perpajakan terkait ekonomi digital.

 

G20 menyambut baik Laporan mengenai Blueprint Pilar 1 dan Pilar 2 yang telah disetujui untuk disampaikan kepada publik (public release) oleh G20/OECD Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS)Blueprint ini dipandang sebagai basis yang kuat untuk melanjutkan pembahasan atas isu-isu yang masih tersisa, dan diharapkan kesepakatan global akan dapat dicapai pada pertengahan tahun depan.

“Indonesia menyambut baik Blueprint Pilar 1 dan Pilar sebagai fondasi untuk mencapai konsensus global. Penerimaan perpajakan sangat penting bagi semua negara.

 

Oleh karena itu, Indonesia mendukung upaya-upaya untuk mencapai konsensus global yang efisien, sederhana, setara, dan transparan, yang dapat meminimalisasi distorsi akibat kesenjangan antara perkembangan/transformasi teknologi dengan rezim perpajakan saat ini,” ungkap Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

G20 menyambut baik G20 Roadmap to Enhance Cross-Border Payments yang disampaikan oleh Financial Stability Board (FSB) dalam rangka mendukung transaksi pembayaran yang transparan, inklusif, cepat, dan murah, termasuk transaksi remitansi.

Baca Juga: Pollycarpus Meninggal, Kasus Munir Masih Berlanjut

G20 juga mendukung rekomendasi FSB atas pentingnya regulasi dan pengawasan yang konsisten dan efektif terhadap perkembangan global stablecoins di seluruh yurisdiksi serta pemantauan atas penerapannya. Hal ini terkait dengan potensi penyalahgunaan aset virtual, termasuk global stablecoins, dalam pencucian uang (money laundering) dan pendanaan teroris (terrorism financing).

 

Negara-negara G20 juga menyambut baik G20 2020 Financial Inclusion Action Plan dengan prioritas pada pembiayaan UKM dan inklusi keuangan digital (digital financial inclusion).

Baca Juga: Ini Langkah yang Pemerintah Lakukan Untuk Pulihkan Ekonomi di Tengah Pandemi

Pertemuan ini dipimpin oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Arab Saudi, dan dihadiri oleh para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara G-20, Bank Dunia, IMF dan Lembaga Internasional lainnya serta negara undangan. Delegasi Republik Indonesia dalam pertemuan ini dipimpin oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia.

***

Editor: Shela Kusumaningtyas

Tags

Terkini

Terpopuler