Kursi PJ Bupati Aceh Tengah Dihantui Kepentingan Politik: Begini Curahan Harapan Mahasiswa Takengon Bandung

23 Desember 2022, 22:35 WIB
Ketua KMGB Bandung, Amrieza /

CerdikIndonesia - Menjelang berakhirnya masa jabatan Bupati Aceh Tengah Sabella Abubakar dan Firdaus, ada harapan dari mahasiswa Takengon diperantauan.

Seperti diketahui, sebanyak 101 Kepala Daerah yang akan berakhir masa jabatanya pada tahun 2022.

Terdiri dari 7 Kepala Daerah tingkat Provinsi (Gubernur/Wakil Gubernur), 76 Kepala Daerah tingkat Kabupaten (Bupati/Wakil Bupati), dan 18 Kepala Daerah tingkat Kota (Walikota/Wakil Walikota).

Baca Juga: Al Hudri Kadisdik Provinsi Aceh Calon PJ Bupati Aceh Tengah, Jangko Sebut Sudah Beberapa Kali Dipanggil ke KPK

 

Kekosongan jabatan tersebut kemudian menyebabkan diaktifkannya kembali sistem pengangkatan penjabat (PJ) Kepala Daerah melalui sistem penunjukan langsung oleh pemerintah pusat, dalam hal ini melalui Kementerian Dalam Negeri.

Salah satu kepala daerah dari 76 kepala daerah di tingkat kabupaten yang akan habis masa jabatan pada tahun 2022 ini adalah kabupaten Aceh Tengah, pasangan bupati dan wakil bupati Shabela dan Firdaus akan mengakhiri masa jabatan meraka pada tanggal 27 Desember 2022 mendatang.

Baca Juga: BPBD Aceh Tengah Berhasil Evakuasi Korban Tenggelam di Danau Laut Tawar

 

Menuju pada berakhirnya masa jabatan pasangan bupati wakil bupati Aceh Tengah tersebut, pemerintah pusat melalui kementerian dalam negeri memberikan petunjuk-arahan kepada lembaga dewan perwakilan rakyat kabupaten (DPRK) untuk menyiapkan nama-nama individu guna menjadi pengganti atau menjadi penjabat (Pj) kepala daerah tersebut.

Mekanisme penentuan penjabat kepala daerah yang sejak awal tidak dilaksanakan secara terbuka, demokratis dan akuntabel tersebut, kemudian diperparah oleh latahnya lembaga dewan perwakilan rakyat dalam menyikapi surat yang dikirim oleh lembaga kementerian dalam negeri.

“Sejak awal kita lihat bahwa telah terjadi suatu kelatahan di tubuh lembaga dewan kita, ketika peluang membuat rekomendasi diberikan, mereka malah terpecah belah, saling sikut, dan berdebat tentang kepentingan politik semata, tidak ada yang membicarakan masalah perbaikan dan kepentingan aceh tengah selama 2 tahun kepemimpinan Penjabat kedepan” ungkap Amrieza. 

Baca Juga: Sepasang Remaja Tenggelam di Wisata Danau Lut Tawar Takengon Aceh Tengah, Begini Kronologinya

Dewan perwakilan rakyat kabupaten aceh tengah, dengan sadar, gagah dan berbangga hati menunjukan perpecahan dan fiksi-fiksi dalam gedung terhormat tersebut kepada rakyat, menunjukan sikap keserakahan dan kepentingan politik masing-masing, kemudian mengajukan nama-nama individu yang dianggap dapat menjadi rekan berbisnis politik yang baik, bukan berdasarkan pada kompetensi dan rekam jejak individu yang dicalonkan.

Satu kelompok Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) mengusulkan 3 nama, disusul kelompok lainya yang masih merupakan anggota DPRK juga, mengusulkan 1 nama diluar nama yang diusulkan kelompok pertama. Tentu didalam keputusan tersebut tidak terdapat unsur kepentingan dan kemaslahatan masyarakat sama sekali.

“Kita sedang dipaksa menonton pertarungan politik kepentingan para elit politik lokal, semua sedang berbondong-bondong mengusulkan jagoan masing, masing, dalam perjalananya, kita tidak melihat ada perspektif kepentingan rakyat yang melatarbelakangi pengusulan tersebut” ungkap Amrieza.

Penentuan penjabat (Pj) kepala daerah Aceh Tengah pada faktanya telah menunjukan sisi buruk dari penentuan pejabat tanpa pemilihan langsung, muatan kepentingan yang dipertontonkan semakin jelas jika dilihat dari orientasi dinamika politik hari ini, yang terjadi bukan didasari pada kepentingan rakyat, tapi dikusai oleh hasrat kekuasaan politik individu dan kelompok.

Maka tidak heran jika dalam proses pergantian kekuasaan melalui (Pj) akan muncul politik transaksi di kalangan elit itu sendiri.

Politik transaksional itu terjadi karena ada proses politik akomodasi untuk memenuhi kepetingan segelintir orang, lobi-lobi dan konsulidasi semakin kuat untuk mengamankan selembar pengesahan untuk menjadi (Pj).

Dalam proses penunjukan tersebut, pertarungan antar elit begitu alot dengan cara membayar mahar di pos-pos tertentu untuk mendapatkan kursi (Pj).

Padahal mekanisme yang digunakan adalah penunjukan melalui rekomendasi dari pihak atau lembaga tertentu, akan tetapi momentum (Pj) ini malah digunakan sebagai ruang jual-beli jabatan.

“Tentu saja, sangat memungkinkan terjadi perilaku politik transaksional dalam proses penunjukan penjabat kepala daerah, ini perlu diawasi secara Bersama, terutama oleh para aparat penegak hukum, jangan sampai dalam proses politik yang tertutup tersebut ada perbuatan-perbuatan politik haram” Imbuh Amreiza.

Penegak hukum atau lembaga yang berwenang dalam menertibkan proses (Pj) tersebut, perlu diawasi secara ketat untuk menghindari dari praktek-praktek yang melanggar perbuatan hukum, masyarakat juga turut berperan dalam mengawal proses penunjukan (Pj), karena akan berdampak serius bagi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan nantinya.

Menurut Amrieza selaku ketua Ikatan Pemuda Mahasiswa Gayo Bandung (IPMGB) juga menyampaikan harapan kepada siapapun nanti yang dilantik menjadi penjabat (PJ) Bupati Aceh Tengah pada tanggal 27 Desember mendatang agar dapat menghadirkan beberapa perbaikan dan pembangunan dalam beberapa bidang penting yang sampai hari ini masih stagnan dan cenderung buruk di Aceh Tengah.

“Kita kemudian berharap pada siapapun nanti yang menjadi PJ Bupati, mampu melakukan dan menghadirkan perbaikan pada beberapa aspek penting seperti pelayanan kesehatan, peningkatan kualitas Pendidikan di Aceh Tengah, dan tentu saja pengentasan kemiskinan” Tutup Amrieza.

*** 

Editor: Safutra Rantona

Tags

Terkini

Terpopuler