CerdikIndonesia - Sinetron Suara Hati Istri:Zahra menjadi perhatian publik, masyarakat menilai tayangan sinetron tersebut tidak mendidik.
Tayangan dari Sinetron Suara Hati Istri: Zahra tersebut dinilai tidak menghormati harkat kemanusiaan terlebih khusus untuk perempuan.
“Tayangan itu tidak menghormati harkat kemanusiaan terutama kaum perempuan, dan menayangkan kekerasan fisik dan verbal. Ini merupakan bentuk seksisme,” kata Ketua KPID Jawa Barat, Adiyana Slamet, pada Kamis, 3 Juni 2021.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) Jawa Barat pun meminta KPI Pusat menindak lanjuti berupa teguran hingga pemberhentian sementara sinetron yang tayang melalui saluran televisi Indosiar itu.
Menurut Adiyana, pelanggaran terkait menampilkan adegan menyentuh pundak, pipi, telinga, bibir, dan dagu Zahra yang berlokasi di rumah sakit.
"Terdapat juga dialog 'Saya itu benar-benar menikmati setiap detik untuk menjinakkan kamu'," kata Adiyana.
Tak hanya itu, dilansir dari laman Antara, Koalisi masyarakat yang bergabung dalam gerakan pencegahan anak (koalisi 18+) juga mendesak KPI untuk menurunkan seluruh tayangan sinetron tersebut.
Menurut Koalisi 18+ tersebut, sinetron Suara Hati Istri: Zahra dinilai menggambarkan perilaku kawin anak.
"Mendesakkan Komisi Penyiaran Indonesia dan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menurunkan seluruh episode tayangan siaran dengan judul Sinetron Mega Series Indosiar : 'Suara Hati Istri: Zahra' yang menggambarkan pelaku kawin anak, pelaku poligami dan pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang tayang setiap hari pukul 18.00 WIB dari arsip TV, Youtube, Twitter, Google, Instagram dan media sosial lainnya yang dapat mengakses siaran tersebut," tulis surat terbuka resminya, seperti dilansir dari Antara, pada Kamis, 03 Juni 2021.
Sinetron Suara Hati Istri: Zahra dinilai memberi kesan perkawinan anak sah saja dan termasuk pelaku poligami dan kekerasan seksual pada anak.
Pemeran Zahra yang memerankan karakter orang dewasa merupakan salah satu bentuk eksploitasi anak di dunia penyiaran.
"Bahwa fakta menunjukkan pemeran Zahra adalah seorang anak yang masih di bawah 18 tahun dan telah memerankan karakter orang dewasa sebagai istri ketiga adalah salah satu bentuk eksploitasi anak di ranah industri penyiaran," demikian dalam kutipan surat terbuka tersebut.
Koalisi 18+ pun meminta stasiun televisi terkait agar lebih selektif dan meminta rumah produksi Mega Kreasi Film menghentikan sinetron tersebut.
Mereka juga meminta sebagai permintaan maaf, mereka harus membuat iklan layanan masyarakat tentang pencegahan perkawinan anak.***