"Dana aspirasi memang wajib untuk kita. Namanya juga uang negara. Kami juga harus menyerap aspirasi di 20 titik. Itu kehadiran kita," jelas Krisdayanti.
Dengan rincian gaji, tunjangan, dana aspirasi tersebut, setidaknya ia menerima Rp 650 juta. Jumlah itu masih bisa lebih, tergantung seberapa banyak kunjungan dan tambahan dana lain yang mengalir ke dompet mereka.
Baca Juga: Kenalkan Literasi Digital pada Milenial Madura: Menjadi Generasi Muda Positif dan Produktif
Hal ini ironis, mengingat gaji tersebut didapat dari pajak rakyat. Sedangkan rakyat yang diwakilinya tidak berpenghasilan sebesar itu.
Malah masih ada warga yang tinggal di kandang atau got karena tidak memiliki uang.
Seperti dua keluarga di Dusun Seketi, Desa Jatidukuh, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto.
Mereka terpaksa hidup bersama kambing. Karena mereka tinggal di gubug reyot yang jadi satu dengan kandang.
Gubuk yang terbuat dari papan kayu seadanya itu pun berisiko bocor dan ambruk. Sebab, mayoritas kayu yang digunakan sudah lapuk termakan usia.***