Wisata Super Premium Dianggap Memusnahkan Komodo, Ini Tanggapan Anggota DPD !

31 Oktober 2020, 05:18 WIB
Komodo di Pulau Komodo, Manggarai Barat, NTT. /ANTARA/Kornelis Kaha/

 

CerdikIndonesia- Wisata super premium justru berpotensi memusnahkan komodo dari habitatnya. Hal ini dinyatakan Angelo Wake Kako, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal NTT terkait pembangunan Taman Nasional Komodo (TNK).

 

"Itu komodo hidupnya di alam terbuka dan tidak pernah membutuhkan bangunan mewah atau ber-AC di sekitarnya, sehingga konsep pembangunan yang saat ini mulai dijalankan, seperti di Pulau Rinca dapat merusak lingkungan dan komodo sendiri akan musnah dari habitatnya," ujar Angelo di Jakarta, seperti yang dilansir dari laman Antara, Sabtu, 31 Oktober 2020.

Baca Juga: Mari Kembali Ke Masa Kecil bersama Petualangan Sherina yang ke-2!

 

Bagi Angelo, Keaslian kawasan yang nyaman dan cocok untuk kehidupan komodo bisa hilang akibat pembanguan wisata super premium itu.

Dari pernyataan Angelo, Presiden Joko Widodo terakhir kali berkunjung dalam kunjungan kerja ke NTT adalah 1 Oktober 2020. Kunjungan tersebut meninjau pembangunan prasarana yang beradai di Kampung Ujung, Labuan Bajo, Kecamatan Komodo.

Baca Juga: Fadli Zon Usulkan BMUN menjadi BUMR

 

Bagi Angelo, Presiden Jokowi seperti hanya memfokuskan kepentingan melapangkan bisnis pemodal besar di Labuan Bajo, selama kunjungan kerja di NTT.

Hal ini menurut Angelo dikarenakan sebagian besar KSPN (Konsep Pembangunan Kawasan strategis Pariwisata Nasional) Labuan Bajo beli mencapai pariwisata berbasisis komunitas dalam mendongkrak perekonomian masyarakat lokal NTT.

"Masa pak Jokowi sering turun ke NTT tetapi tidak mampu membaca pikiran dan suasana batin masyarakat NTT? Ini saatnya untuk pikirkan ulang konsep pengembangan Taman Nasional Komodo yang lebih ekologis," ungkapnya.

Tambah Angelo, apabila dikarenakan pembangunan wisata super premium komodo di TNK musnah, pemerintah harus tanggungjawab.

Baginya, terutama pemegang izin seperti PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE), PT Segara Komodo Lestari (SKL) dan PT Sinergindo Niagatama, yang mengelola tempat wisata ini.

Pulau Rinca, Pulau Padar, Pulau Tatawa, dan Pulau Komodo akan dikelola ketiganya dengan luas konsesi yang berbeda.

Angelo juga mengeritiki kebijakan pemerintah yang persiapkan konsep KSPN Labuan Bajo tidak melihat secara komprehensif NTT dengan lebih luas, terkait dengan arus distribusi barang dan jasa dalam menunjang kebutuhan pasar yang besar saat ini dan masa datang di kawasan tersebut.

 

"Coba dibuka datanya, berapa banyak kebutuhan pangan, misalnya, di Labuan Bajo yang diambil dari wilayah NTT? Jangan sampai NTT hanya punya nama, tapi yang mendapat keuntungan besar dari 'multi plier effect-'nya Labuan Bajo, itu daerah lain, itu yang tidak boleh," ujarnya.

Seharusnya pemerintah pusat atau pemerintah daerah duduk bersama dalam membahas persoalan ini. Hal ini bagi Angelo dikarenakan harus ada  unsur memaksa dari pemerintah kepada investor.

"Siapa pun yang hendak berinvestasi di Labuan Bajo agar harus membina dan memberdayakan masyarakat lokal NTT dan menjadikan mereka sebagai 'supplier' kebutuhan pangan," tegas Angelo.

Target pembangunan wisata super premium TNK selesai pada akhir 2020 dan 2021, karena adanya agenda internasional G-20 dan ASEAN Summit 2023 yang menjadikan Labuan Bajo sebagai tuan rumah.

 

*** 

 

Editor: Arjuna

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler