Jepang Nyalakan Matahari Buatan Terbesar Dunia, Kolaborasi dari 500 Ilmuan

14 Desember 2023, 08:32 WIB
Ilustrasi, Matahari Buatan /Douyin /2129164680

CERDIK INDONESIA - Reaktor fusi nuklir eksperimental terbesar di dunia yang baru saja diresmikan di Jepang pada awal Desember 2023, dikenal sebagai JT-60SA. Inovasi ini, yang disebut sebagai "Matahari buatan," diharapkan menjadi solusi untuk kebutuhan energi manusia di masa depan.

Reaktor JT-60SA bertujuan untuk mengeksplorasi potensi fusi sebagai sumber energi bersih yang besar, aman, dan bebas karbon, dengan tujuan menghasilkan lebih banyak energi daripada yang diperlukan untuk produksinya.

Berlokasi di Naka, utara Tokyo, mesin enam lantai ini mengadopsi desain "tokamak" berbentuk donat yang mengandung plasma berputar, dipanaskan hingga mencapai suhu 200 juta derajat Celsius.

Baca Juga: Mendag Zulhas Jadi Host Shopee Live, Bertemu UMKM yang Sukses Ekspor

Proyek ini bertujuan untuk mendorong inti hidrogen dalam plasma untuk bergabung menjadi elemen yang lebih berat, yaitu helium, sehingga menghasilkan energi dalam bentuk cahaya dan panas, meniru proses yang terjadi di Matahari.

Wakil pemimpin proyek JT-60SA, Sam Davis, menyatakan bahwa perangkat ini akan mempercepat kemajuan dalam pemanfaatan energi fusi.

Peresmian proyek ini melibatkan lebih dari 500 ilmuwan, insinyur, dan 70 perusahaan dari Eropa dan Jepang.

Kadri Simson, Komisaris energi Uni Eropa, menyebut JT-60SA sebagai "tokamak tercanggih di dunia" dan menandai awal dari operasionalnya sebagai "tonggak sejarah fusi." Simson juga menambahkan bahwa fusi memiliki potensi menjadi komponen kunci dalam bauran energi paruh kedua abad ini.

Baca Juga: Inovasi Baru Absensi Online dari Mekari, 3 Fitur Unggulan untuk Bantu Perusahaan dalam Absensi Karyawan

Sebaliknya, National Ignition Facility di Lawrence Livermore National Laboratory, Amerika Serikat, mencapai prestasi "perolehan energi bersih" menggunakan metode fusi kurungan inersia dengan laser berenergi tinggi.

Pemerintah AS menyambut hasil penelitian ini sebagai pencapaian penting dalam upaya mencari sumber energi bersih tanpa batas, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, dan mengatasi dampak emisi karbon terhadap perubahan iklim serta pergolakan geopolitik.

Fusi, berbeda dengan fisi, dianggap memiliki risiko bencana nuklir yang lebih rendah, seperti yang terjadi di Fukushima pada tahun 2011.

Selain itu, teknologi ini menghasilkan limbah radioaktif yang lebih sedikit dibandingkan dengan pembangkit listrik nuklir konvensional.***

Editor: Raqsan Jani

Tags

Terkini

Terpopuler