Kawal Nilai Bisnis agar Tetap Atraktif di Tengah Pandemi: Dari Simulasi Skenario sampai Opsi Litigas

- 8 September 2020, 17:46 WIB
ILUSTRASI startup.*/net
ILUSTRASI startup.*/net /

 Dalam sepuluh tahun terakhir, perkembangan bisnis startup di Indonesia dapat dikatakan cukup pesat didukung oleh kemajuan teknologi digital serta tumbuhnya pengguna internet di tanah air . Dalam laporan yang bertajuk Mapping & Database Startup Indonesia 2018 dari Indonesia Digital Creative Industry Society jumlah perusahaan rintisan teknologi di Indonesia mencapai 992 startup.

Baca Juga: Project Financing sebagai Stimulus Pelaku Industri Kreatif dan Lifestyle Bertahan di Masa Pandemi

Salah satu alasan merebaknya startup adalah strategi pendanaan bisnis yang unik dan menarik, karena sangat bergantung pada suntikan dana para investor agar tetap bertahan di tengah kompetisi bisnis yang cukup sengit. Namun, dalam praktiknya tidak semudah itu, dunia ekonomi digital sering mengalami pasang surut yang berimbas pada kondisi finansial startup yang sulit untuk diprediksi dan tidak seleluasa perusahaan besar.

 

Baca Juga: Ban Mobil Lebih Awet dengan Hindari Tiga Kebiasaan Ini

Apalagi dengan merebaknya pandemi COVID-19 di Indonesia telah memukul banyak aktivitas usaha dari berbagai skala, tidak terkecuali perusahaan rintisan (startup). Survey Tech in Asia terhadap lebih dari 140 pelaku industri profesional dan pendiri startup di Asia menyebutkan, beberapa sektor yang paling terkena dampak krisis antara lain, perjalanan (3,8 poin), perumahan (3,3 poin), media (3,2 poin), serta marketplace dan platform (3,2 poin).[1]

 Baca Juga: Laju Kendaraan Makin Stabil dengan Rutin ‘Reset’ Posisi Ban

Hal ini juga berdampak kepada investor yang menjadi sangat berhati-hati dalam menambah atau menanamkan modal kepada para pemilik usaha rintisan. Maka, para pelaku usaha startup perlu mencari celah agar terus menjaga keberlangsungan bisnis di tengah resesi ekonomi global, khususnya dalam menjaga hubungan dengan investor.

 Baca Juga: Penyandang Diabetes harus mencapai Target Gula Darah agar terhindar dari risiko perparahan COVID-19

Menurut CEO Jagartha Advisors FX Iwan, sebuah perusahaan penasihat investasi independen, pelaku usaha rintisan perlu memperhatikan posisi lini usahanya saat ini,  antara lain dari efisiensi alokasi anggaran dalam melakukan kegiatan  “bakar uang” atau burn rate dan estimasi runway yang dimiliki sebelum kehabisan modal. Selanjutnya, pemilik usaha dapat mengevaluasi kelayakan model bisnis saat ini dibanding tiga bulan hingga tiga tahun ke depan. Tidak kalah penting, mengatur strategi untuk memelihara hubungan dengan investor jangka panjang juga diperlukan.

 Baca Juga: Supercar Challenge yang Didukung Hankook Memulai Musim Balap 2020

Terkait menjaga agar "mood" investor tetap tinggi di tengah tantangan krisis, FX Iwan menilai pemilik usaha dapat melakukan tiga pendekatan berikut:

 

Pertama, melakukan review kembali terhadap pos-pos pengeluaran yang tidak prioritas pada kondisi saat ini dan memangkas biaya promosi berlebihan atau ‘bakar uang’ untuk meningkatkan efisiensi dari  pengeluaran. Kondisi pandemi ini juga menjadi kesempatan bagi perusahaan startup untuk membuktikan bahwa produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh buying customer bukan hanya karena adanya promosi sesaat. Dengan demikian, runway startup juga akan menjadi semakin lama, yang mana akan berimbas dalam meningkatkan leverage startup di hadapan investor dan stakeholder lainnya, karena masih memiliki ‘nafas yang panjang’ dalam menjalani bisnis.

 Baca Juga: Kehadiran Teknologi yang Dapat Meningkatkan Keamanan Pangan dan Ramah Lingkungan

Kedua, menyiapkan strategi pivot bisnis jangka pendek atau mengubah model bisnis dengan tetap berpijak pada visi bisnis yang dimiliki sehingga tetap menjaga sirkulasi revenue stream ditengah pandemi. Selain itu, pivot membantu pelaku usaha untuk dapat menemukan ide-ide inovasi baru agar bisnis menjadi lebih fleksibel. Ismaya Group misalnya, melakukan penjualan bumbu bahan makanan siap pakai untuk menurunkan stock opname restoran dan inventory dan menaikkan runway cashflow selain melakukan transformasi ke delivery order.

 Baca Juga: Pengemudi Bus dan Truk Perlu Paham,  Perubahan Kondisi Ban dan Asal Usulnya

Ketiga, menyiapkan skenario yang berbeda-beda sebagai rencana cadangan di masa-masa krisis seperti ini. Perkirakan skenario bisnis usaha dari segala aspek, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang karena akan membuat perusahaan lebih siap jika mengalami masa-masa krisis lainnya di masa yang akan datang. Lebih lanjut, skenario yang dijalankan tentunya harus memperhatikan aspek maupun pandangan legal yang aman dari sisi perusahaan.

 Baca Juga: Jangan Anggap Remeh, Pemeriksaan Ban Penting Dilakukan saat Membeli Mobil Bekas

“Salah satu skenario yang mulai banyak dijalankan oleh perusahan saat ini ialah merumahkan karyawan, membatalkan kemitraan, menunda pembayaran, sampai mengurangi gaji karyawan demi menjaga beban operasional dan pendapatan agar tetap di level rasional, yang mana skenario ini sudah disepakati secara legal oleh pihak-pihak terkait,” jelas FX Iwan.

 

Harus jeli dengan aspek legal

 

Aspek legal merupakan salah satu elemen penting bagi manajemen sebelum melakukan aksi masif seperti pengurangan beban operasional atau pembatalan kemitraan. Di tengah pandemi Covid-19, penerapan prinsip hukum force majeure menjadi pilihan perusahaan untuk membatalkan atau merubah ketentuan hubungan dengan pihak-pihak baik di luar maupun di dalam perusahaan termasuk dengan karyawan. Namun, penting diingat walaupun force majeure merupakan ketentuan yang berlaku secara umum dalam hukum perdata di Indonesia, keberlakuannya akan dilihat secara kasus per kasus (case by case basis) dan biasanya akan kembali kepada persetujuan dari para pihak yang terlibat atau bahkan perlu dibawa untuk diputuskan oleh suatu proses ajudikasi/persidangan yang berlaku sebelum prinsip force majeure dapat diterapkan.

Baca Juga: Inilah Lirik Lagu I Still Love You yang Dibawakan The Overtunes

Praktisi hukum yang banyak bergelut di bidang perusahaan rintisan,  Alvin Suryohadiprojo mengungkapkan bahwa para pengusaha startup harus melakukan penilaian mandiri sebelum menerapkan prinsip force majeure dalam kontrak-kontrak bisnis merekaUntuk memiliki argumen yang kuat, perusahaan harus bisa membuktikan bahwa benar terjadi suatu keadaan memaksa yang terjadi di luar kendali dan menghambat kegiatan normal bisnis mereka serta tidak ada itikad buruk yang mendasari.

Baca Juga: Jokowi Turut Berduka atas Wafatnya Abdul Malik Fadjar

Perusahaan startup perlu menyiapkan argumen dan bukti dokumen yang kuat atas ketidakmampuannya dalam melangsungkan/melaksanakan berbagai kontrak bisnis yang mereka miliki ketika menghadapi sebuah kejadian memaksa, termasuk pandemi Covid-19. Bagi pelaku usaha yang masih dapat menjalankan aktivitas bisnis secara normal (Business as Usual) selama masa pandemi Covid-19, mungkin akan susah membangun argumen yang menyatakan bahwa terjadi suatu kejadian force majeure.

Baca Juga: Simak Lirik Lagu Lathi Milik Weird Genius ft Sara Fajira yang Viral itu!

Pada prinsipnya hal-hal berikut ini perlu diperhatikan oleh perusahaan yang ingin menerapkan force majeure dalam hubungan hukum mereka dengan pihak lain di luar atau di dalam perusahaan, terutama dalam kaitannya dengan kontrak/perjanjian bisnis:

  1. Lakukan penilaian apakah kegiatan usahanya terdampak oleh pandemi COVID-19.Apakah ada akibat kepada kewajiban yang dimilikinya berdasarkan suatu perjanjian dan apa saja konsekuensi akibat tidak terlaksananya kewajiban tersebut. Lihat apakah dalam perjanjian terdapat klausul force majeure, peristiwa-peristiwa apa saja yang termasuk dalam klausul tersebutdan cara untuk dapat menyampaikan bahwa dirinya terdampak suatu peristiwa force majeure.
  2. Walaupunterdampak dari pandemi COVID-19, tetap laksanakan kewajiban sesuai ketentuan perjanjian semaksimal mungkin untuk menunjukkan itikad baik dan sebagai upaya tindakan mitigasi atas kerugian yang terjadi.
  3. Menyampaikan kondisinya kepada pihak lain yang melakukan transaksi (counterparty) atau meminta penetapan kepada pihak yang lebih berwenang(misalnya hakim) apabila pihak lain (counterparty) tersebut tidak menyetujui alasan mengenai penerapan klausul force majeure. Di sisi lain, para pelaku usaha yang belum memasukkan aspek pandemi dalam klausul force majeure di kontrak bisnisnyadapat melakukan perubahan terhadap perjanjian kerja.

Baca Juga: Lirik Lagu Lexion Milik Isyana Sarasvati

“Pelaku usaha, baik rintisan ataupun yang sudah berdiri sejak lama, dapat meminta pendampingan dari firma hukum eksternal untuk mendapatkan masukan ataupun pandangan legal yang lebih komprehensif demi mempertahankan keberlangsungan bisnisnya.” tutup Alvin

Editor: Shela Kusumaningtyas


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x