Hari Anak Sedunia, Dampak Pandemi COVID-19 Mengancam Kesehatan Mental Anak

- 20 November 2020, 21:51 WIB
Salah satu karya Ilustrasi Hari Anak Internasional 2020 oleh Sara Naseh dari Iran/ Instagram.com/@sara.nzt
Salah satu karya Ilustrasi Hari Anak Internasional 2020 oleh Sara Naseh dari Iran/ Instagram.com/@sara.nzt / Instagram.com/@sara.nzt/https://www.voicesofyouth.org/

CerdikIndonesia – Pandemi panjang COVID-19 di Indonesia dan dunia tak hanya berdampak pada kesehatan fisik seseorang. Namun lebih jauh turut menyeret kesehatan mental masyarakat Indonesia.

Meningkatnya keluhan seperti ketakutan dan kecemasan berlebihan (anxiety) timbul akibat kondisi krisis ketidakpastian berkepanjangan.

Anak-anak adalah salah satu kelompok yang paling rentan terhadap risiko tidak langsung dari pandemi COVID-19 yang belum nampak menunjukkan perubahan ke arah lebih baik.

 

Baca Juga: Hari Anak Sedunia 2020, Ini yang Bisa Perusahaan Lakukan di Hari Anak Besok

Sangat besar kemungkinan anak-anak mengalami ketakutan, ketidakpastian, dan isolasi fisik serta sosial untuk waktu yang lama.

Sebuah studi pendahuluan yang dilakukan di Provinsi Shaanxi, Tiongkok pada pertengahan Februari 2020, menunjukkan bahwa masalah psikologis dan perilaku yang paling umum dialami anak berusia 3-18 tahun adalah kelekatan berlebihan, gangguan kecemasan, mudah marah, dan ketakutan berlebihan.

Studi terkait dampak psikis dari masa karantina dilakukan oleh S.K. Brooks dan koleganya (2020) menunjukkan bahwa pemisahan anak dari lingkungan keluarga dan sosialnya selama masa karantina dapat berdampak panjang pada kesehatan mental dan perubahan drastis pergaulan sosialnya.

 

Baca Juga: Hari Anak Sedunia 2020, Kontribusi Anak-anak dalam Ilustrasi Dunia Usai Pandemi COVID-19

Studi lain dari Liu dan koleganya (2020) menunjukkan bahwa anak-anak yang dikarantina dapat mengalami peningkatan risiko gangguan kejiwaan, gangguan stres pascatrauma, dan risiko yang lebih tinggi terhadap gangguan mood, psikosis, dan bahkan upaya bunuh diri.

Sedangkan studi dari Sprang dan Silman (2020) menyoroti kesehatan mental anak-anak dari yang orang tua atau walinya adalah garda depan penanganan COVID-19.

Sprang dan Silman menemukan bahwa tak hanya mengalami tantangan psikis seperti pada anak-anak yang dikarantina, mereka juga harus menghadapi adaptasi mendadak pola pengasuhan alternatif selain orang tua atau walinya.

Ada cukup banyak studi ilmiah yang menunjukkan bahwa anak-anak berisiko mengalami gangguan kesehatan mental dan fisik akibat berada jauh dari lingkungan Sekolah terlalu lama.

 

Baca Juga: Kampanye Hari Anak Sedunia 2020 UNICEF: A Day to Reimagine a Better Future for Every Child

Gejolak perubahan rutinitas kehidupan yang sangat mendadak di masa pandemi COVID-19 menyebabkan stres nyata bagi sebagian besar populasi anak di dunia.

Orgilés dan koleganya (2020) meneliti dampak emosional karantina terhadap anak-anak dan remaja di Italia dan Spanyol yang paling terdampak COVID-19.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala yang paling sering muncul adalah kesulitan berkonsentrasi (76,6%), kebosanan (52%), mudah marah (39%), gelisah (38,8%), gugup (38%), perasaan kesepian (31,3%), dan kekhawatiran (30,1%).

Keraguan tentang keberadaan virus COVID-19, kurang bahkan hilangnya interaksi sosial di lingkungan rumah, dan lingkungan sekolah, terbukti meningkatkan stres pada anak. ***

Editor: Arjuna

Sumber: International Journal of Applied Psychology 2020, 10(1): 8-1


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x