Film Pengkhianatan G30S PKI Kembali Tayang, Berikut Jadwal dan Sinopsisnya

26 September 2021, 11:07 WIB
Poster Film Pengkhianatan G30SPKI. /Dok. Istimewa

CERDIKINDONESIA - Film Pengkhianatan G30S PKI kembali akan diputar. Tahun ini, film yang diproduksi Produksi Film Nasional (PFN) ini akan tayang 30 September 2021 di TV One pukul 21.00 WIB.

Produksi film ini dipimpin Brigjen TNI Gufron Dwipayana, salah satu orang dekat mantan Presiden Soeharto.

Hingga kini, film ini masih kontroversial. Isinya masih diperdebatkan. Karena sebagian isi dari film tersebut melenceng dari sejarah.

Baca Juga: Lagu Daerah Endeuk-Endeukkan Asal Jawa Barat: Lirik, Arti, dan Makna

Itulah mengapa tahun 1998, saat Soeharto lengser, film ini dipaksa untuk tidak tayang. Padahal sebelumnya, film ini menjadi tontonan wajib siswa SD, SMP, dan SMA.

Terlepas dari kontroversinya, berikut sinopsis Film Pengkhianatan G30S PKI.

Film yang diangkat dari kisah nyata ini diproduksi tahun 1984, disutradarai dan ditulis oleh Arifin C Noer, diproduseri G Dwipayana, dan dibintangi Amoroso Katamsi, Umar Kayam, dan Syubah Asa.

Film ini dibuat berdasarkan versi resmi pemerintah kala itu dari peristiwa Gerakan 30 September atau G30S yang berupaya mengkudeta pemerintah tahun 1965.

Baca Juga: SPOILER Hometown Cha-Cha-Cha Episode 9: Kim Seon Ho dan Lee Sang Yi Berlomba Rebut Hati Ayah Shin Min Ah

Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia atau dikenal G30S/PKI merupakan peristiwa bersejarah yang terjadi di Indonesia pada 1965.

Gerakan ini berlatar belakang sebuah kudeta yang menewaskan tujuh jenderal pada masa itu.

Dalam film ini, digambarkan bagaimana peristiwa kudeta yang didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI).

Peristiwa G30S PKI terjadi pada tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965. Peristiwa tersebut diawali dengan penculikan terhadap sejumlah perwira militer.

Mereka disiksa dengan keji. Setelah itu mereka dimasukkan ke sebuah lubang. Kekejian tersebut digambarkan dengan detail dalam film ini.

Baca Juga: Profil Abdul Gafur, Staf Sri Mulyani yang Pidatonya Menggemparkan Boston University

Ada tujuh jasad yang dimasukkan dalam lubang dalam kondisi hidup tersebut. Lubang tersebut kini menjadi situs sejarah yang dinamakan Lubang Buaya.

Pada 3 Oktober 1965, jasad-jasad tersebut diangkat dan dikuburkan dengan semestinya pada 5 oktober 1965.

Film berdurasi lebih dari 3 jam tersebut awalnya mengisahkan kondisi masyarakat Indonesia secara umum saat itu kemudian beberapa rapat rencana kudeta yang dilakukan PKI.

Puncaknya, di bawah pimpinan PKI, pasukan militer mendatangi rumah tujun jenderal untuk menculik mereka. Mereka kemudian dibawa ke sebuah daerah untuk disiksa.

Ilustrasi G30S/PKI.

Satu per satu para jenderal ini dijemput. Seperti Jenderal Ahmad Yani yang akhirnya ditembak mati di rumahnya.

Ia diseret dengan lumuran darah di lantai.

Salah satu adegan mengharukan adalah saat kelompok militer mendatangi rumah perwira TNI Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Donald Isaac Pandjaitan.

Scene tersebut menampilkan sang jenderal yang lengkap mengenakan seragam militar tampak tak takut saat rumahnya dikepung.

DI Pandjaitan masih tampak tenang meski sudah diberitahu bahwa dua keponakannya telah ditembak. Saat sudah berhadapan dengan para tentara, DI Pandjaitan pun ditembak mati karena melawan saat hendak dipukul.

Baca Juga: Lagu Daerah Butet Asal Sumatera Utara: Lirik, Arti, dan Makna

Keluarga yang mengetahui hal itu langsung menangis histeris, berlari, dan menyebut nama ayahnya.

"Papiiiii...." ujar salah satu anak menangis histeris sambil berlari.

Ia terduduk di atas darah sang ayah, mengambilnya, dan membasuhkannya ke wajahnya sambil menangis.

Scene menarik lainnya adalah saat Ade Irma Suryani Nasution ditembak oleh kelompok militer saat akan menjemput Jenderal AH Nasution.

AH Nasution selamat dari peristiwa tersebut. Namun sang anak meninggal. Nama Ade Irma pun diabadikan dalam beberapa taman bermain di Indonesia.

Film ini dibintangi oleh Bram Adrianto sebagai Kolonel Untung, Amoroso Katamsi sebagai Mayjen Soeharto, Umar Kayam sebagai Presiden Soekarno, Syubah Asa, Ade Irawan dan lainnya.

Pada masa Orde Baru film ini menjadi tontonan wajib. Memasuki masa reformasi ditandai dengan lengsernya Soeharto, film ini tidak wajib ditonton.***

Editor: Susan Rinjani

Tags

Terkini

Terpopuler