Cerita Pilu Petani Kopiku,

- 26 Oktober 2020, 21:59 WIB
Oleh Melli Saputri Penulis adalah seorang jurnalis, dan petani kopi berasal dari Dataran Tinggi Gayo.
Oleh Melli Saputri Penulis adalah seorang jurnalis, dan petani kopi berasal dari Dataran Tinggi Gayo. /awangmuda/

Dengan harga kopi yang murah di beli oleh rentir (toke), mereka tetap semangat untuk anaknya putra, putrinya agar tak kelparan dan bisa bersekolah sampai perguruan tinggi.

Alamsyah (58) Warga Bener Meriah "kami sedih harga kopi selalu turun padahal kami cuman mengandalkan harga kopi untuk kebutuhan sehari-hari, untuk anak sekolah, 30 tahun saya bertani tapi tak pernah sesulit ini. Katanya harga kopi rendah karena korona"

Ia berbicara kecewa dengan harga kopi yang anjlok karena dari itu diahidup dan membesarkan anaknya. Berbicara dengan mata yang berkaca-kaca seakan ingin menangis tetapi harus tetap tegar menghadapi semuanya.

Seorang ayah yang sudah berumur dengan kulit yang lebam tersengat matahari, membungkuk karena mengangkat sekarung goni yang berisikan kopi demi membawa keceriaan di raut wajah anak dan istrinya.

Petaniku yang malang denga harga kopi permainan mereka tetap terus berjuang, berdarah, gatal, terkena ulat, tapi engkau tak pernah mengeluh walau hanya di hargai dengan murah dan kau tak tau ingin mengadu kemana, hanya saja hati mu yang menjerit kesakitan. Kapan semua ini akan berakhir.

Kenapa di daerahku harga murah?
Sedangkan di kota di jual sangat mahal?
Padahal kami yang merawat dan memanenya, menjaga kulaitasnya, tapi kenapa kami yang di beri harga jual seperti ini.
Seakan kami yang menjadi budak di rumah kami sendiri.

 Jeritan rakyat terus terdengar, suara tangis seakan membuat kami harus melawan dengan sejuta diksi pemangku negeri ini, selamatkan generasi dan keluarga kami, rakyatmu menjerit melonta-lonta, dimanakah keadilan yang engkau janjikan selama ini ?

Pemangku negeri, bolehkan anak Negeri membisik ke telingamu ? Ku ingin berkata Rakyat Gayo tidak ingin kopi anaknya merasakan hidup susah seperti mereka dimasa yang akan mendatang.

Wahai kalian penguasa, jangan renggut kebahagian kami hanya keperkuanmu, kami hanya rakyat biasa yang tidak tau ingin mengadu kepada siapa. Kami hanya ingin hidup sejahtera dengan emas merah kami (kopi). Gayoku Mufakat.

"Tirus lagu gelas belut lagu umut, rempak lagu ree susun lagu belo" (bersatu kita teguh)
"Nyawa mu-sara pelok ratip mu-sara anguk"

Halaman:

Editor: Kurniawan Rio


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x