CerdikIndonesia – Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) melaporkan konsentrasi gas CO2 di Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah mulai mengalami peningkatan.
Baca Juga: Hari AIDS Sedunia, Kemenkes Laporkan Penurunan Kasus HIV Selama Pandemi
"Konsentrasi gas CO2 meningkat menjadi 675 ppm,” kata Kepala BPPTKG, Hanik Humaida melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Senin, 30 November 2020.
Hanik mengatakan pemantauan gas dari stasiun VOGAMOS (Volcanic Gas Monitoring System) di Lava 1953 di Gunung Merapi menunjukkan nilai gas CO2 (ppm) dengan interval waktu setiap lebih kurang tiga jam untuk pengambilan data.
Baca Juga: Diperiksa Hari ini, Polisi Imbau Rizieq Datang Baik-Baik tanpa Simpatisan
Selama awal November hingga 20 November 2020 konsentrasi CO2 menunjukkan nilai yang cukup konstan, yaitu rata-rata 525 ppm.
"Setelah periode tersebut hingga akhir bulan ini menunjukkan peningkatan (CO2) hingga nilai maksimal sebesar 675 ppm," katanya.
Baca Juga: Alumni 212 Sebut Jutaan Massa akan Dampingi Rizieq, Polisi: Negara Tak Boleh Kalah dengan Premanisme
Peningkatan gas CO2 di Gunung Merapi merupakan salah satu indikator peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Merapi yang kini telah berstatus Siaga.
Data pemantauan ini juga menunjukkan proses desakan magma menuju permukaan.
Baca Juga: Kapolda Metro Jaya Lakukan ‘Pendekatan’ ke Serikat Buruh Sampai Gubernur DKI Jakarta
Selain konsentrasi gas indikator peningkatan aktivitas vulkanik lainnya adalah kegempaan internal di tubuh gunung itu yang meningkat mencapai 400 kali per hari.
Ia menyebutkan selama November kegempaan Gunung Merapi tercatat 1.069 kali gempa vulkanik dangkal (VTB), 9.201 kali gempa fase banyak (MP), 29 kali gempa low frekuensi (LF), 1.687 kali gempa guguran (RF), 1.783 kali gempa hembusan (DG), dan 39 kali gempa Tektonik (TT).
Baca Juga: Polri Sebut Kelompok Militan Jamaah Islamiyah Masih Punya Kekuatan Militer
"Intensitas kegempaan pada bulan ini 2-5 kali lebih tinggi dibandingkan bulan Oktober yang lalu," ucapnya.
Analisis morfologi area puncak berdasarkan foto dari sektor tenggara pada bulan ini juga menunjukkan adanya perubahan morfologi sekitar puncak yakni runtuhnya sebagian kubah Lava1954.
Baca Juga: Gunung Api Ili Lewotolok Erupsi, Zona Bahaya Hingga 4 Km