Petani Kopi Gayo Rugi, Harga Jual Turun Selama Pandemi

12 Januari 2021, 21:38 WIB
kebun kopi /

CERDIKINDONESIA - Saatnya petani Kopi Gayo beralih ketanaman lain sebelum kemiskinan strukturtural membelenggu keturunan petani kopi di Gayo

Salah Seorang Petani Kopi Gayo Maharadi merasa khawatir dengan turunya harga kopi semenjak covid-19 melanda dunia.


"Panen di Tahun ini banyak petani kopi di kawasan Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues merugi. Dampaknya harga kopi sangat berpengaruh terhadap kebutuhan petani kopi." Kata Maharadi

Musim panen selama dua bulan ini membuat petani kopi susah. Harga kopi sebelum pandemi berkisaran di harga 10.000 sampai 12.000 ribu Rupiah perbambunya.

Baca Juga: INGAT! BLT BPUM UMKM Rp 2,4 Juta Hanya Cair Hingga 31 Januari 2021, Begini Cara Klaim Bansos

Namun setelah pandemi harga menjadi 6000 hingga 5000 ribu Rupiah perbambunya. Harga ini sangat merugikan petani, sebab petani harus merelakan biaya petik senilai 2000-2500 ribu Rupiah perbambunya.

Hitungannya sudah mendekati bagi dua hasil dengan jasa petik. Belum lagi petani harus mengeluarkan biaya perawatan dan pemupukan. Tentu saja harga murah ini tidak adil bagi petani.

Meskipun petani disini pemilik kebun dan petani. Kalau dibiarkan belenggu kemiskinan ini akan menjadi masif. Bisa saja anak petani kopi di Gayo akan susah melanjutkan pendidikan ke perguruan Tinggi.

"Sementara Pengusaha lokal dan luar negeri tidak merasa rugi seberapapun nilai harga kopi. Karena mereka pembisnis/pengusaha jadi tidak mengenal kata rugi." ujarnya

Baca Juga: Presiden Jokowi Jadi Orang Indonesia Pertama Yang Disuntik Vaksin, Ini Jadwalnya

Oleh Karena itu, sebaiknya petani kopi beralih saja ke komoditas yang lain. Petani harus realistis melihat kondisi pandemi ini. Belum ada jaminan harga kopi akan normal kembali dalam beberapa tahun ini. Kalaupun masih dipertahankan, pengeluaraan akan lebih banyak di pemupukan, dan perawatan ” terangnya.

Jika para petani kopi Gayo sejahtera dengan lahannyan, petani akan cenderung mempertahankan. Sebaliknya, jika tak terjamin, petani akan mencari nilai ekonomi lebih baik,” sikap ini yang harus dipiih petani sebutnya.

Lanjutnya, semua pilihan ada di petani kopi Gayo untuk menentukan sikap di masa sulit ini. Petani kopi Gayo harus membuka mata dan beradaptasi pada tanaman lain yang potensi pasarnya bagus untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Baca Juga: HARUN Yahya Pendakwah yang Diduga Punya Budak Seks Divonis 1075 Tahun, ini Deretan Kejahatannya

Untuk diketahui bersama, jumlah masyarakat petani yang terlibat dalam usaha Kopi Gayo di tiga kabupaten, yaitu Bener Meriah, Aceh Tengah dan Gayo Lues mencapai 78.624 KK, dengan luas lahan 101.473 Ha. Total produksi kopi Arabika Gayo mencapai 61.761 ton per tahun, dengan rata-rata produktivitas 773 ton/hektar.

Berdasarkan data jumlah produksi kopi dari dua wilayah Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah adalah 66,249,275 ton/tahun.

Dengan asumsi produksi perbulannya sebanyak 5.520,77 ton.

Saat ini yang sudah terealisasi berdasarkan estimasi di dinas perdagangan Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah selama kurun waktu Januari sampai dengan April 2020 adalah 22,083 ton.

Baca Juga: Tanah Longsor Terjadi 2 Kali Di Sumedang, Ridwan Kamil Tinjau Lokasi

Sedangkan belum terealisasi terhitung dari bulan Mei sampai dengan Desember 2020 sebanyak 44,160 ton.

Yang menjadi masalah belum ada kesepakatan pembelian dari buyer luar negeri, hingga berdampak turunya harga kopi Gayo. Selain itu kebutuhan industri, distribusi, transportasi dan logistik juga menjadi kendala saat ini.

Selain itu saat itu saat pengepul kopi kesulitan untuk menjual stok kopi yang sebelumnya di kumpulkan dari petani. Alasan inilah kemudian menjadi dasar petani kopi harus beralih ketanaman lain.

Pemerintah Propinsi Aceh dan dua Pemerintah Kabupaten penghasil kopi Gayo mengabaikan penderitaan petani Kopi. Mereka abaikan petani yang sesungguhnya yang selama ini mengharumkan nama daerah.

Baca Juga: PENDAKWAH Harun Yahya Divonis 1075 Tahun Penjara, ini Sederet Kejahatannya Selama Puluhan Tahun

Padahal menurutnya dari jumlah produksi dan istimasi petani dari ke tiga Kabupaten Kota penghasil Kopi Arabika Gayo ini, bisa sumbangkan devisa sebesar Rp13,3 triliun per tahun.

Sementara Arah Kebijakan Pemerintah Provinsi Aceh tidak berpihak kepada petani kopi. Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2021 sebesar Rp 16,9 triliun itu tidak ada yang berpihak kepada petani Kopi di Gayo, tidak ada diberikan stimulus mengerakan ekonomi kami.

Gubernur, Bupati, DPRA, DPRK mereka abai terhadap penderitaan kami. Mereka menipu kami dengan janjinya. Salahkah kami menjadi petani yang tak kaya dan miskin rezeki ini. 

***

Editor: Arjuna

Tags

Terkini

Terpopuler